Pemerintah Kota Cilegon Maksimalkan Penyediaan Infrastruktur untuk Tekan Angka Stunting
CILEGON – Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon terus memperkuat komitmen dalam menekan angka stunting melalui sinergi lintas sektor.
Salah satu langkah strategis dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon, yang menjadi ujung tombak dalam penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih dan aksesibilitas jalan di wilayah rawan stunting.
Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Maman Mauludin, menyoroti pentingnya sinergi antar-pemangku kepentingan dalam intervensi gizi spesifik dan sensitif yang berfokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
“Sinergitas ini adalah kunci keberhasilan. Semua pihak harus terlibat untuk memastikan intervensi yang efektif,” ujar Maman, dalam Rapat Koordinasi dan Fasilitasi Tim Percepatan Penurunan Stunting semester kedua 2024, yang berlangsung di Aula Gedung Bappeda, Selasa (26/11/2024).
Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPP-GBM), angka stunting di Cilegon terus menurun.
Pada Februari 2024, tercatat 876 balita (2,87%) mengalami stunting, dan angka ini menurun menjadi 818 balita (2,62%) pada Agustus 2024.
“Saat ini tercatat 818 kasus stunting, dan kami optimis angka ini akan terus menurun dengan dukungan semua pihak. Target prevalensi nasional sebesar 14% di 2024, insyaAllah, bisa tercapai,” jelas Maman.
Langkah strategis yang dilakukan DPUPR menjadi bukti bahwa penyediaan infrastruktur berkualitas adalah kunci dalam menghadapi tantangan kesehatan masyarakat.
Diakui Maman, dengan sinergi yang kuat antara OPD dan masyarakat, Kota Cilegon optimis dapat menciptakan generasi yang lebih sehat dan bebas dari ancaman stunting.
“Dengan kerja sama yang solid, angka stunting akan terus menurun. Kami akan mendukung sepenuhnya melalui pembangunan infrastruktur yang sesuai kebutuhan, demi masa depan generasi Cilegon yang lebih sehat dan berkualitas,” tukas Maman.
Sementara itu, Kepala DPUPR Kota Cilegon, Tb. Dendi Rudiatna, menyebut DPUPR memainkan peran vital sebagai pendukung program intervensi yang dirancang Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).
“Kami mendukung program air bersih di daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai wilayah stunting oleh Wali Kota. Jika kekurangan air bersih menjadi penyebab stunting, baik karena sumber air baku tidak mencukupi atau distribusinya bermasalah, itu menjadi tanggung jawab kami,” tegas Dendi.
Dendi menjelaskan bahwa ketersediaan air bersih merupakan kebutuhan pokok yang tidak hanya berpengaruh pada kesehatan tetapi juga pada upaya pencegahan stunting.
“Jika airnya tidak bersih atau sulit diakses, tentu berdampak pada kesehatan, termasuk gizi buruk. Oleh karena itu, kami memastikan masyarakat memiliki akses air bersih yang memadai,” ujarnya.
Selain itu, DPUPR juga berfokus pada pembangunan infrastruktur jalan untuk meningkatkan akses ke wilayah-wilayah rawan stunting.
Langkah ini bertujuan mempermudah layanan kesehatan, edukasi, dan intervensi lainnya.
“Jaringan jalan yang memadai memungkinkan intervensi lebih cepat dan efektif, sejalan dengan arahan program nasional untuk percepatan penurunan stunting,” tambah Dendi.
Untuk memastikan intervensi tepat sasaran, DPUPR berkoordinasi erat dengan DP3AP2KB dalam memetakan wilayah rawan stunting dan mengidentifikasi akar masalah.
“Kami memetakan wilayah mana saja yang membutuhkan perhatian khusus, apakah masalahnya pada infrastruktur atau kebutuhan dasar seperti air bersih. Semua ini dilakukan bersama-sama,” jelas Dendi.
Sinergi lintas sektor juga diapresiasi oleh Dendi, yang menekankan pentingnya peran berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Penurunan angka stunting bukan hanya tugas DPUPR, tetapi juga melibatkan Dinas Kesehatan dan instansi terkait lainnya. Ini adalah tugas bersama,” katanya. (*/ADV)