CILEGON – Pencopotan posisi Sekretaris Daerah (Sekda) yang selama ini dijabat oleh Maman Mauludin, ternyata menimbulkan polemik di internal Pemerintah Kota Cilegon.
Maman Mauludin sendiri nampak menunjukkan sikap kurang menerima atas keputusan Walikota Cilegon Robinsar tersebut.
Maman Mauludin mengakui bahwa alasan pencopotan dirinya bukan hanya berdasarkan rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), tetapi sudah menjadi keinginan Walikota Robinsar sejak beberapa bulan lalu.
Maman membeberkan kronologisnya. Walikota sudah memintanya mengundurkan diri dari jabatan Sekda sejak Agustus 2025.
Maman mengungkap bahwa proses menuju pencopotan dirinya berlangsung sejak beberapa bulan lalu dan melibatkan sejumlah komunikasi langsung dengan walikota maupun pejabat terkait.
Pada 27 Agustus 2025, menurut penjelasan Maman, Walikota Cilegon Robinsar mendatangi ruang kerjanya dan menyampaikan rencana mutasi besar-besaran mulai dari eselon dua hingga eselon empat, termasuk posisi Sekda.
“Beliau mengatakan untuk mengosongkan kursi Sekda. Beliau juga saat itu mengatakan Pak Sekda harus ikhlas,” ungkap Maman, Rabu (3/12/2025).
Tak lama setelah pertemuan itu, Maman mengatakan bahwa Wakil Walikota Cilegon Fajar Hadi Prabowo memintanya menjelaskan isi pembicaraan tersebut.
“Saya jelaskan semua isi pembicaraan tersebut seperti yang sudah saya jelaskan tadi,” ungkapnya lagi.
Komunikasi kembali terjadi pada 1 September 2025. Robinsar disebut menghubungi Maman melalui pesan WhatsApp untuk menanyakan keputusan pengosongan kursi Sekda.
“Pada 1 September Pak Walikota WA dengan isi, Pa Sekda untuk keputusan Pa Sekda ditunggu hari ini, saya jawab siap,” tuturnya.
Maman menuturkan sejak rangkaian komunikasi itu, dirinya merasa tidak lagi difungsikan dalam berbagai proses penting pemerintahan, termasuk rotasi mutasi pejabat.
Ia bahkan tidak masuk dalam susunan Panitia Seleksi (Pansel) Asesmen Eselon Dua. Kondisi itu mendorong Maman memanggil Kepala BKPSDM beserta jajaran dan Asda III Syafrudin pada 11 September 2025.
Pada kesempatan tersebut, Maman meminta berkas pembentukan Pansel dan mempertanyakan ketidakterlibatannya.
“Kepala BKPSDM menjawab ini arahan pimpinan. Saya bilang tolong dikaji saya masih menjabat, sebagai pejabat yang berwenang sesuai Undang-undang. Tentunya semua proses aturan itu harus melibatkan saya sebagai Sekda untuk wawancara eselon dua, tapi sampai pelaksanaan saya tidak dilibatkan,” tegasnya.
Masih pada hari yang sama, Maman mengaku mendatangi Walikota Cilegon untuk memberikan masukan terkait prosedur rotasi mutasi dan kedudukannya sebagai Sekda.
Namun ketidakhadirannya dalam wawancara asesmen eselon dua kemudian dijadikan alasan pencopotan dirinya.
Maman menjelaskan bahwa pada 16 September 2025 ia menerima surat undangan wawancara yang ditandatangani Ketua Pansel Syaiful Bahri untuk jadwal 17 September.
Ia kemudian berkonsultasi ke Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dari hasil konsultasi itu, yang mengacu pada Peraturan BKN No. 26 Tahun 2019, Maman menyimpulkan tidak menghadiri asesmen tersebut.
Pemanggilan kedua pada 15 Oktober 2025 juga tidak ia hadiri karena pada saat yang sama ia mengikuti kegiatan supervisi pencegahan korupsi sejak pukul 09.00 hingga 16.30 WIB.
“Jadi saya tidak menghadiri asesmen itu bukan tanpa dasar, semuanya berdasar, dan tidak melanggar aturan,” papar Maman.
Terkait rekomendasi BKN tertanggal 19 November 2025, Maman menegaskan bahwa surat itu bukan sanksi, melainkan rekomendasi yang masih memiliki tenggat hingga 24 Februari 2026 serta memungkinkan perubahan keputusan.
Ia mengungkapkan kronologi ini agar publik mengetahui bahwa dirinya tidak melakukan pelanggaran disiplin sebagai ASN maupun sebagai Sekda.
Maman juga menyatakan tidak mempermasalahkan pencopotan dirinya apabila dilakukan sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan.
Namun hingga kini ia mengaku belum menerima surat resmi pemberhentian dari Walikota Cilegon.
“Sampai hari ini belum ada pemberitaan resmi terhadap saya, saya hanya tahu dari media, dan ada proses sudah diambil alih oleh orang lain,” papar Maman.
Ia juga memaparkan bahwa pemberhentian Sekda seharusnya melalui tahapan yang jelas, mulai dari usulan Walikota ke Gubernur Banten, kemudian Gubernur ke Kemendagri, sebelum akhirnya Kemendagri mengeluarkan rekomendasi.
“Saya tidak tahu apakah prosedur itu dilalui atau enggak,” ujarnya.
Maman mengaku belum menentukan langkah lebih jauh terkait polemik pemberhentiannya dan masih menunggu surat keputusan resmi dari pemerintah daerah. (*/ARAS)

