Honda Slide Atas

Tersendat Menyebrang, Sopir Pembawa Bebek Keluhkan Pelayanan Karantina Banten Diduga Minta Uang Vaksin

 

CILEGON – Seorang sopir mobil pickup asal Purworejo, Jawa Tengah, mengeluhkan pelayanan buruk dari Badan Karantina Indonesia Banten di Pelabuhan Merak.

Muatan bebek yang ia bawa tujuan Tanggamus, Lampung, terpaksa tertahan pada Rabu (24/9/2025).

Wahyu, sang sopir, menyebut kendaraannya tidak bisa nyebrang lantaran tidak memiliki surat keterangan vaksin unggas dari daerah asal.

Ia mengaku diminta biaya antara Rp25 ribu hingga Rp50 ribu per ekor untuk mendapatkan dokumen tersebut.

“Perjalanan saya dari Purworejo jam 10 malam sampai Merak jam 3 siang. Capek sekali, tapi malah nggak ada solusi. Dikasih pilihan cuma dua: pulang atau jual bebek di sini. Kan repot,” ujar Wahyu dengan nada kesal.

Ia juga menyoroti perlakuan tidak seragam dari petugas karantina.

Menurutnya, ada sopir lain yang justru diperbolehkan memvaksin sebagian unggas di tempat.

“Ada sopir di samping saya, bebeknya diambil dua ekor untuk divaksin. Tapi kenapa nggak semuanya? Kok beda-beda?” herannya.

Menanggapi keluhan itu, Sunarto, Teknis Pelayanan Karantina Hewan, Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Banten, membantah tudingan adanya pungutan liar biaya vaksin.

Ia menegaskan, dokumen yang wajib dipenuhi adalah sertifikat veteriner yang diterbitkan otoritas kesehatan hewan dari daerah asal, bukan oleh karantina.

“Kalau dokumen tidak lengkap, kami tidak bisa keluarkan sertifikasi untuk ke Sumatera. Wajib balik. Itu aturan,” tegas Sunarto, saat ditemui dikantornya, Kamis (25/9/2025).

Terkait dugaan adanya pungutan Rp25 ribu–Rp50 ribu per ekor, Sunarto membantah keras.

“Silakan cek, kalau memang kami vaksin, biayanya resmi jauh lebih murah sesuai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak-Red). Jadi kalau ada yang bilang segitu, itu bukan dari kami,” katanya.

Soal dua ekor bebek yang sempat diambil dari sopir lain, Sunarto menyebut itu hanyalah prosedur pengambilan sampel, bukan vaksinasi.

“Itu rutinitas karantina, namanya tindakan pengambilan sampel. Bukan vaksin,” ujarnya.

Sunarto menegaskan pihaknya lebih mengutamakan keselamatan masyarakat di Sumatera agar tidak kecolongan masuknya unggas sakit.

“Kami petugas karantina lebih mementingkan masyarakat di Sumatera. Kalau sampai terserang penyakit, dampaknya ribuan. Itu sebabnya dokumen kesehatan hewan wajib dipenuhi,” tandasnya.

Terkait pengakuan sopir suruh balik lagi dan jual sejumlah ekor bebek, pihaknya mengungkapkan hanya saran.

“Saya gak nyuruh jual, tapi saya bilang biasanya kalo pembawa hewan lain tidak bisa nyebrang itu dijual disini,” terangnya.

Ia menyebut, sempat ada laporan kabarnya kendaraan pengangkut 100 ekor bebek itu berhasil menyeberang melalui Pelabuhan Eksekutif Merak meski tidak dilengkapi dokumen vaksin.(*/Nandi).

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien