Ulama Banten Dicap Lupa Tanggung Jawab, Disebut Asyik dengan Bantuan CSR
CILEGON – Keberadaan ulama seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menjaga moralitas masyarakat.
Namun, dalam diskusi bedah buku No LC No Party karya Mang Pram, di Kafe Luang Pesona, KH. Hafidin sebagai salah satu Tokoh Penolakan PIK 2 di Banten, dan Tokoh Penggerak Pemberantasan Kemaksiatan di Kota Cilegon khususnya, menyoroti bagaimana sebagian ulama di Banten justru terlena dengan bantuan dari perusahaan-perusahaan besar melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
“Banyak ulama yang sekarang asyik menerima bantuan CSR, tapi lupa dengan tanggung jawab nahi mungkar. Mereka lebih sibuk mengurusi program sosial dari perusahaan daripada mengingatkan umat tentang bahaya moral yang mengancam,” ujar Hafidin dengan nada tegas dan prihatin, pada Rabu (26/2/2025) malam.
Ia menegaskan bahwa fenomena ini membuat suara ulama melemah dalam menyuarakan kebenaran.
Para ulama yang seharusnya menjadi pengawal moral justru berdiam diri ketika melihat kemaksiatan merajalela.
Menurutnya, ketergantungan terhadap dana CSR membuat sebagian ulama enggan bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah dan industri yang merusak lingkungan sosial.
Hal ini menciptakan celah bagi berbagai praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam untuk berkembang tanpa hambatan.
“Jika ulama tidak berani bersuara lantang, bagaimana masyarakat bisa mendapatkan bimbingan moral? Mereka justru jadi bagian dari masalah, bukan solusi,” tambahnya.
Lebih jauh, KH. Hafidin menyoroti bagaimana industri hiburan malam terus berkembang di Cilegon tanpa ada perlawanan dari para ulama.
Ia menilai, jika ulama benar-benar menjalankan perannya, mereka seharusnya berdiri di garda terdepan dalam menolak segala bentuk kemaksiatan yang merusak moral generasi muda.
“Seribu ulama di Banten, tapi kok tidak ada yang bersuara? Jangan-jangan memang mereka lebih nyaman diam,” sindirnya.
KH. Hafidin pun mengajak para ulama untuk kembali kepada tugas utama mereka, yaitu membimbing umat dan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.
“Jika ulama tidak lagi berani menyuarakan kebenaran, maka kehancuran moral masyarakat hanya tinggal menunggu waktu,” tutupnya. (*/Hery)
