JPMI Desak KPK Ambil Alih Berkas Korupsi Dana Hibah Ponpes di Banten

KPU Cilegon Coblos

SERANG – Koordinator Presidium Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (JPMI), Deni Iskandar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera melakukan supervisi atau mengambil alih berkas perkara kasus korupsi dana hibah pondok pesantren (Ponpes) di Banten.

JPMI minta kasus dana hibah untuk Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020 segera diusut tuntas oleh KPK sebagai lembaga anti rasuah.

“Dari awal, JPMI melihat bahwa mengusut tuntas kasus ini, harus punya keberanian dua kali lipat. Makanya kami melaporkan perkara ini ke KPK. Kami melihat justru saat ini, kinerja Kejati Banten itu lambat,” ujar Deni dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/6/2021).

“Padahal kasus korupsi ini penting untuk diusut. Oleh karena itu, kami mendesak KPK segera lakukan supervisi atau segera mengambil alih berkas perkara korupsi itu. Secara hukum itu bisa, dan KPK punya kewenangan itu,” sambungnya.

Fungsionaris Pengurus Besar HMI Bidang Pemberdayaan Umat itu menjelaskan, KPK mempunyai kewenangan yang jelas dan itu diatur secara aturan Perundang-undangan untuk mengambil alih kasus tersebut dari tangan Kejati Banten.

Hal itu, kata Deni, seperti tertuang dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, maupun dalam Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Jadi proses pengambilalihan kasus, itu bisa dilakukan oleh KPK. Acuannya jelas dan perintahnya juga jelas dalam UU maupun dalam Perpres. Artinya, KPK punya kewenangan yang kuat untuk memproses tindak pidana korupsi dana hibah Ponpes di Banten ini,” tegas Deni.

Ia membeberkan, dalam pasal 9 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 disebutkan bahwa, KPK berwenang mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia,

Deni menyebut, JPMI ragu dengan Kejati Banten bisa mengusut tuntas dalang atau aktor intelektual korupsi dana hibah Ponpes. Pasalnya, sampai saat ini, Kejati masih belum bisa mengungkap siapa dalang dan aktor intelektual sebenarnya, dibalik adanya praktek korupsi dana hibah Ponpes tersebut.

“Kami hari ini ragu dengan Kejati. karena sampai saat ini Kejati belum juga bisa mengungkap dalang dan aktor intelektual sebenarnya. Padahal jelas, masuknya Irvan Santoso sebagai tersangka, itu justru karena ada aktor dan dalangnya.” tegas Deni.

Dia menduga bahwa, kinerja Kejati Banten dalam mengusut tuntas kasus korupsi dana hibah Ponpes tersebut berada dibawah tekanan. Pasalnya, sampai saat ini Kejati belum memanggil Wahidin Halim selaku Gubernur.

Padahal kata Deni, keterangan yang menyebutkan bahwa, Gubernur WH ikut terlibat, telah disampaikan oleh mantan Kabiro Kesra, Irvan Santoso.

“Justru yang kami lihat, dalam perkara ini kerja-kerja Kejati Banten ini sedang dalam tekanan. Ini hanya sebatas dugaan, dari hasil penglihatan kami dalam menangani kasus. Waktu itukan sudah disebut oleh IS lewat pengacaranya. Harusnya jelas dong, Kejati segera memanggil dalangnya. Apalagi, IS hanya disuruh atasan. Orang nomor satu di Banten itu cuma Gubernur,” katanya.

“Tapi faktanya, justru Kejati belum memanggil tuh. Baru sebatas memanggil Sekda dan BPKAD doang. Kemudian pertanyaannya hari ini adalah, berani tidak Kejati memanggil WH sebagai Gubernur. Kan itu aja,” imbuh Deni.

Diketahui sebelumnya, sejauh ini Kejati Banten secara resmi telah menetapkan lima orang tersangka dalam dugaan kasus korupsi dana hibah Ponpes yang bersumber dari APBD Banten itu. (*/Faqih)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien