Pendapatan Pemprov Banten Rp 11,8 Triliun Diduga Fiktif, Ini Penjelasan BPKAD
SERANG – Pendapatan daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banten tahun 2025 sebesar Rp11,8 triliun, diduga nilainya fiktif. Hal ini disebabkan, terdapat anggaran pendapatan yang berpotensi tidak akan terealisasi sekitar Rp1,2 triliun.
Temuan ini diungkapkan Pegiat Pattiro Banten Bella Rusmiyanti dalam diskusi Bedah APBD Provinsi Banten, yang digelar Ma’had Kolektif di Mandalika Coffee, Kamis (20/3/2025).
Berdasarkan hasil diskusi internal Pattiro Banten, Bella mengungkapkan terdapat lonjakan pendapatan pada pos lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Lonjakan tersebut sebesar 1.486,20 persen dari tahun sebelumnya. Di tahun 2024, pos tersebut hanya sebesar Rp109.890.940.131 saja. Namun pada tahun 2025, melonjak menjadi Rp1.743.093.370.573.
“Ada lonjakan yang sangat signifikan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah lebih dari 10 kali lipat dari tahun sebelumnya. Ini tentu mengkhawatirkan, karena berpotensi pendapatannya tidak sesuai dengan kenyataan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, perubahan yang signifikan ini juga terlihat tidak menaati aturan yang ada. Mulai dari SK DPRD terkait APBD dan SE Mendagri.
Pada SK DPRD, kata dia, ditulis bahwa Lain-lain PAD yang Sah Rp174 miliar. Hal ini tidak mengikuti SK DPRD hingga 10 kali lipat. Selain itu, paparnya, apabila melihat SE Mendagri, dituliskan bahwa Pemda boleh merubah APBD, khususnya sektor pendapatan.
“Hanya pada bagian opsen Pajak Kendaraan Bermotor, bukan lain-lain PAD yang sah. Ini jelas terindikasi melanggar aturan lagi,” papar Bella.
Imbas dugaan anggaran yang fiktif ini, ada kekhawatiran akan terjadi potensi gagal bayar bagi proyek-proyek pembangunan yang sudah direncanakan oleh Pemprov Banten sebelumnya.
“Contohnya yang terjadi di Cilegon, jangan sampai ini terjadi di Pemprov Banten dengan Gubernur baru sekarang,” tandas Bella.
Menanggapi ini, Kepala Sub Bidang Perencanaan Anggaran pada BPKAD Banten, Ahmad Rasudin, mengakui bahwa memang terdapat perpindahan pos anggaran pada postur APBD Provinsi Banten.
Perubahan tersebut, kata dia, terjadi pada pos pendapatan pajak, berpindah ke pos lain-lain pendapatan daerah yang sah. “Ini terjadi karena pada tanggal 30 Desember 2024, keluar aturan bahwa tidak boleh ada kenaikan pajak kendaraan bermotor,” ujarnya.
“Padahal sudah kami anggarkan kenaikan di kisaran 10 sampai 12 persen dengan total pendapatan Rp1,2 triliun,” sambungnya.
Ia menjelaskan, hal ini disebabkan aturan tersebut keluar di akhir tahun, sementara penarikan PKB sudah harus dimulai pada 2 Januari 2025, maka pihaknya tidak sempat membuat perubahan di postur APBD untuk menghilangkan pendapatan sebesar Rp1,2 triliun.
Maka dari itu, pihaknya melakukan pengubahan postur APBD hanya dengan memindahkan Rp 1,2 triliun ke lain-lain pendapatan daerah yang sah. Meskipun, anggaran itu tidak akan pernah didapatkan.
Ahmad Rasudin menjelaskan usai kegiatan diskusi, bahwa pihaknya bukan bermaksud untuk menjadikan fiktif pendapatan tersebut. Namun, dikarenakan adanya strategi yang membuat pendapatan harus ditempatkan pada triwulan terakhir.
“Karena itu tadi posisinya dua hari, kita suruh ngeberesin itu, mendadak. Suatu hal yang dalam tanda kutip ya impossible, mustahil. Kalau saya mau ngeberesin itu butuh kurang lebih dua minggu. Harus ngeberesin itu, jadi sengaja kita tempatkan di situ dulu,” terangnya.
Ia menegaskan, alasannya menempatkan di triwulan keempat, agar tidak terganggu dalam perubahan APBD Banten.
“Kemarin pas saat efisiensi sekaligus, itu juga kurang-kurang. Yang kemarin-kemarin yang di triwulan empat itu, kita hilangkan. Khawatirnya ada yang lolos, yang kepake,” pungkasnya. (*Ajo)