Untirta Gelar Seminar Nasional Dengan Tema Kepemimpinan Perempuan di Aras Lokal
SERANG – Laboratorium Ilmu Pemerintahan Citizenship, Environtment, Digital and Democracy “CEDD” Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa menyelenggarakan Seminar Nasional yang dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Juni 2023 secara daring melalui platform ZOOM Meeting dengan mengusung tema “Kepemimpinan Perempuan di Aras Lokal”.
Para narasumber yang mengisi Seminar Nasional akademisi yang sangat kompeten di bidangnya masing-masing narasumber pertama Dr. Hasan Ahmad Said, M.A. dan narasumber kedua yaitu Dr. Elly Nurlia, S.IP., M.Si. Acara ini juga dipandu oleh moderator dari Asisten Laboratorium Ilmu Pemerintahan CEDD FISIP UNTIRTA yaitu Natasya Deffani Azra agar dapat menjaga jalannya Seminar Nasional secara menarik dan terarah.
Seminar Nasional ini dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB dan dihadiri 96 peserta dari kalangan mahasiswa.
Acara Seminar Nasional diawali sambutan Kepala Program Studi Ilmu Pemerintahan Ika Arinia Indriyany, M.A., sekaligus membuka acara Seminar Nasional.
“Seminar Nasional ini dijadikan sebagai wadah diskusi” ucap Ika Arinia.
Pemaparan materi pertama disampaikan oleh Dr. Hasan Ahmad Said, M.A., yang merupakan akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan materi kepemimpinan perempuan dalam perspektif Islam, dalam Al-Qur’an telah menghapuskan berbagai macam diskriminasi antara laki-laki dan perempuan hal tersebut terbukti dari sosok Khodijah, Fatimah dan Aisyah yang banyak meriwayatkan Hadits. Prinsip kepemimpinan dalam islam yaitu Tasharruf al-iman ‘ala ar-ra’iyyah Manuthun bi Al-maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan atas kemaslahatan rakyat).
Penafsiran Q.S. An-Nisa : 34 banyak sekali pro kontra di dalamnya, Al-Razy ahli tafsir yang menjelaskan bahwa laki-laki memiliki keistimewaan lebih dibandingkan dengan perempuan seperti keunggulan dalam fisik sebab perempuan lebih sensitif dan emosional sehingga hal tersebut membuat mayoritas pemimpin adalah laki-laki.
Hampir semua Muffasir Timur Tengah mendukung laki-laki menjadi pemimpin sebab terdapat keistimewaan laki-laki yang tidak dimiliki perempuan untuk menjadi pemimpin.
Ada pendapat lainnya yang menyatakan bahwa kelebihan yang dimiliki laki-laki tidaklah paten namun hanya fungsional, kontekstual bukan normatif mengikat bagi semua perempuan dan laki-laki semua zaman dan keadaan hal tersebut diungkapkan oleh tafsir feminis Fazlur-Rahman.
Kepemimpinan perempuan dapat dilakukan dalam urusan politik, organisasi maupun pemerintahan sebab tidak ada pembedaan baik perempuan maupun laki-laki.
Pemaparan materi kedua disampaikan oleh Dr. Elly Nurlia, S.IP., M.Si., akademisi FISIP UNTIRTA dengan materi Kepemimpinan Perempuan.
Perempuan di aras lokal di Indonesia sendiri sudah cukup maju di mana sudah banyak dari perempuan sudah menjadi pemimpin seperti Megawati Soekarno.
Namun, sekarang ini kepemimpinan perempuan sudah banyak diterima contohnya sudah ada 10 kepala daerah yang telah menjadi pemimpin di aras lokal, bahkan di Banten sendiri ada Airin Rachmi Diany, Iti Jayabaya, Irna Narulita, Ratu Tatu Chasanah serta Gubernur Ratu Atut Chosiyah yang menjadi pemimpin perempuan.
“Gerakan-gerakan perempuan sudah terlihat sejak dulu dengan adanya partisipasi perempuan dalam menduduki posisi-posisi penting kepemimpinan publik” ungkap Elly Nurlia.
Keterlibatan perempuan dalam partai politik maupun birokrasi pemerintahan sudah menjadi fenomena yang menarik sejak akhir abad ke-20 M. Perempuan bisa menjadi pemimpin dikarenakan adanya keadilan, kesetaraan, kepentingan perempuan yang berbeda dengan laki-laki, emansipasi dan perubahan, serta perempuan harus bisa membuat perbedaan.
Sikap pemimpin perempuan menurut Growe harus memiliki sikap sensitif, intitutif, empati, suka merawat, dan juga bekerja sama. Namun, tidak semua perempuan itu memiliki sikap seperti itu. Ada juga perempuan yang memiliki sikap maskulin.
Dr. Elly Nurlia melakukan penelitian dengan hasil penelitiannya tentang kepemimpinan perempuan di Tangerang Selatan, ditemui bahwa perempuan itu memang memiliki sikap sensitivitas, Walikota Tangerang Selatan sendiri memiliki sikap sensitivitas yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan perempuan dan anak. Selain itu, Walikota Tangerang Selatan ini juga memiliki empati yang tinggi yang ditunjukkan dalam menangani permasalahan gizi buruk tanpa adanya diskriminasi.
Akhir dari diskusi Seminar Nasional yang telah dilaksanakan dalam rumah tangga laki-laki memang menjadi pemimpin namun bukan berarti perempuan bisa di belakang saja, sebagai perempuan kita bisa menjadi agen perubahan yang harus mampu memperjuangkan hak-hak maupun kesetaraan perempuan. Perempuan harus memiliki kapasitas dan kompetensi agar nantinya bisa bersaing dengan laki-laki. (*/Red)