Mengubur Jenazah Suami Istri dalam Satu Liang Lahat, Bagaimana Hukumnya?
FAKTA – Artis Vanessa Angel dan suaminya Bibi Ardiansyah meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan hebat di Tol Jombang, Jawa Timur, Kamis, (5/11/2021). Hari ini, pasangan suami istri tersebut dimakamkan di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Menariknya, pasangan tersebut dimakamkan dalam satu liang kubur atas permintaan pihak keluarga.
“Diduain gitu. Satu lubang untuk dua jenazah. Sudah dari sana (keluarga) yang minta,” ujar Baharudin kepada wartawan, Jumat (5/11/2021).
Menyikapi hal tersebut, bagaimana Islam melihat prosesi pemakaman yang dilakukan oleh pihak keluarga?
Dikutip dari laman Youtube dilansir dari Elbalad, anggota Fatwa Dar Al Ifta Mesir, Dr Mahmud Syalaby, menjelaskan masalah ini. Hal ini tentang hukum menguburkan jenazah sepasang suami istri dalam satu lubang kuburan.
Begitupun mencampur jenazah suami istri dalam satu lubang makam adalah tindakan terlarang. Dalam Islam, kata dia, tubuh jenazah harus dipisah di dalam lubang makam yang berbeda.
“Tidak benar ayah dikuburkan bersama anak perempuannya, dan ibu dengan anak laki-lakinya. Itu dilarang,”jelasnya.
Dar Al Ifta, Syekh Uwaidah Utsman juga menyebut penggabungan jenazah suami istri di satu lubang adalah hal terlarang. Kasus seperti ini hanya dibolehkan saat kondisinya benar-benar terpaksa.
Sementara seperti dikutip dari NUonline, pada dasarnya, yang berlaku dalam hukum Islam adalah mengubur satu mayat dalam satu liang kubur itu tidak diperbolehkan apalagi lebih, kecuali dalam keadaan tertentu.
Imam Rafi’i dalam kitabnya pernah menyampaikan:
المستحب في حال الاختيار أن يدفن كل ميت في قبر كذلك (فعل النبي صلي الله عليه وسلم وأمر به) فإن كثر الموتي بقتل وغيره وعسر إفراد كل ميت بقبر دفن الاثنان والثلاثة في قبر واحد
Artinya: “Sunnah dalam keadaan tidak mendesak (ikhtiyar) untuk menguburkan tiap jenazah dalam satu liang kubur. Seperti itulah yang dilakukan dan diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Andai terdapat banyak sekali jenazah oleh sebab perang atau yang lain (seperti tsunami atau tanah longsor, pen.), dan sulit bila mesti mengubur tiap jenazah dalam satu liang kubur secara sendiri-sendiri, maka dua atau tiga jenazah bisa dikuburkan dalam satu liang kubur.”
لما روى (أنه صلي الله عليه وسلم قال للانصار يوم أحد احفروا واوسعوا وعمقوا واجعلوا الا ثنين والثلاثة في القبر الواحد وقدموا اكثرهم قرآنا) وليقدم الأفضل إلي جدار للحد مما يلي القبلة
“Hal ini berdasarkan hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada sahabat Anshor saat perang Uhud, ‘Galilah kubur, luaskan, dan dalamkan, lalu masukkan dua atau tiga jenazah dalam satu liang kubur, dan taruh di depan mereka yang hafalan Al-Qur’annya paling banyak, dan posisikan jenazah-jenazah yang paling utama dekat dengan tembok kubur yang menghadap kiblat.” (Abdul Karim ar-Rafi’i, asy-Syarhul Kabir, juz V, hal. 245)
Di kitab turats lain, Imam Nawawi menyampaikan hukum mengubur mayit (jenazah) berikut alasan di baliknya. Dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzzab (juz V:281) beliau menjelaskan bahwa mengubur jenazah hukumnya fardu kifayah, karena membiarkannya di atas bumi akan merusak kehormatan mayit itu sendiri, dan masyarakat di sekitarnya akan dirugikan oleh sebab bau mayit tersebut.
Sementara, pendapat dari Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa sebetulnya ada contohnya di zaman Nabi Muhammad SAW, tetapi itu di medan perang atau jihad. Para sahabat yang gugur di medan tempur, mereka bukan ditumpuk tetapi bersebelahan atau berdekatan. Jadi di dalam Islam itu kana da Lahat, disebelahnya boleh dimasukan jenazah lain, tetapi di sebelahnya tidak ditumpuk, tetapi itu pun dengan alasanya tempatnya tidak memadai,” jelas Ustadz Khalid Basalamah.
Diperbolehkan
Menurut hadist riwayat HR. al-Bukhari, Alasan yang membolehkan mengubur lebih dari satu jenazah dalam satu liang kubur itu –selain tidak ada larangan mengenainya–, hal tersebut juga pernah dilakukan oleh Nabi saw sendiri. Simak dua hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلىَ أُحُدٍ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ يَقُولُ: أَيُّهُمْ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ؟ فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ وَقَالَ: أَنَا شَهِيدٌ عَلَى هَؤُلاَءِ. وَأَمَرَ بِدَفْنِهِمْ بِدِمَائِهِمْ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَغْسِلْهُمْ. [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw mengumpulkan di antara dua orang laki-laki dari korban (perang) Uhud di dalam satu kain kemudian beliau bertanya: ‘Siapakah di antara keduanya yang lebih banyak pengetahuannya tentang Al-Qur’an?’ Jika ditunjukkan kepada beliau salah seorang dari keduanya, beliau mendahulukannya di dalam liang lahad, lalu beliau bersabda: ‘Aku menjadi saksi bagi mereka’. Kemudian beliau menyuruh untuk mengubur mereka dengan darah mereka dan beliau tidak menyalatkan serta tidak memandikan mereka.” [HR. al-Bukhari]
Dan sabda beliau:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِقَتْلىَ أُحُدٍ: أَيُّ هَؤُلاَءِ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ؟ فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى رَجُلٍ قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ قَبْلَ صَاحِبِهِ. [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a.: Rasulullah saw bertanya tentang korban (perang) Uhud: ‘Siapakah di antara mereka yang paling banyak pengetahuannya tentang Al-Qur’an?’ Jika ditunjukkan kepada beliau salah seorang laki-laki, beliau mendahulukannya di dalam liang lahad sebelum kawannya.” (HR. al-Bukhari).
Dua hadis di atas cukup menjadi dalil bahwa menguburkan lebih dari satu jenazah di dalam satu liang lahad itu dibenarkan. Jadi menurut tuntunan syariat, dalam keadaan normal sedapat mungkin satu liang lahad diperuntukkan bagi satu jenazah.
Fatwa MUI Seperti dikutip dari suaramuhammadiyah.id, dalam kondisi tertentu atau dalam keadaan darurat seperti terjadi musibah gempa bumi, kebakaran, kapal tenggelam, perang dan lain sebagainya, satu liang lahad boleh dipakai untuk lebih dari satu jenazah.
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diterbitkan melalui Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah disebut Tajhiz Al-Jana’iz Muslim yang Terinfeksi Virus Covid-19. Ditegaskan dalam fatwa tersebut seluruh pengurusan jenazah diterapkan sesuai protokol medis dan dilakukan pihak berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat hukum agama Islam.
“Melihat kurangnya lahan untuk pemakaman korban Covid-19 di Jakarta, pemberlakuan penguburan massal bisa dikaji. Artinya, mengubur beberapa jenazah dalam satu lubang. Ini sudah diatur dalam fatwa MUI,” kata Kiai Sholahuddin dilansir dari laman resmi MUI. (*/Red/Net)
Sumber: SahabatSholeh.my.id