JAKARTA – Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengungkap alasan mengapa Ketua PAN periode 2005-2010 Sutrisno Bachir mau membantu pendanaannya.
“Saya pernah bertanya ke Sutrinso kenapa bantu berbagai kegiatan saya jawabnya ‘Mas Amien saya disuruh ibunda saya untuk bantu Anda’, jadi tiap bulan dia membantu operasional saya anggap wajar,” kata Amien Rais dalam konferensi pers di rumahnya di Jakarta, Jumat (2/6).
Amien Rais menyampaikan hal itu pascatuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK terhadap mantan Menkes Siti Fadilah Supari yang menyatakan bahwa Amien Rais juga ikut menerima dana pembayaran pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantispasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 sebesar Rp 600 juta melalui transfer yang dilakukan pada 26 Desember 2006 – 2 November 2007.
Dana itu berasal dari Nuki Syahrun yaitu Ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF) yang juga ipar dari Sutrisno Bachir yang saat itu menjabat sebagai ketua PAN (2005-2010). Suami Nuki, Rizaganti Syahrun merupakan teman dari Direktur Utama PT Mitra Medidua Andi Krisnamurti yang menjadi “supplier” alat kesehatan bagi PT Indofarma Tbk selaku pemenang pengadaan alkes untuk “buffer stock” di Kemenkes.
“Pada 2007 itu saya sudah tiga tahun tidak lagi menjabat ketua MPR, tapi bantuan selama enam bulan pada 2007 itu menjadi topik berita yang sangat menarik dan saya ikuti secara tegas dan berani,” tambah Amien.
Ia pun mengaku akan menghadapi hal itu dengan jujur, tegas dan apa adanya. “Kalau kejadian 10 tahun lalu diungkap dengan bumbu dramatisasi di media massa maka saya akan hadapi dengan jujur, tegas dan apa adanya,” ungkap Amien.
Amien mengaku bahwa Sutrisno Bachir adalah tokoh yang baik dan dermawan. “Mas Tris membantu banyak pihak bahkan persahabatan saya dengan Sutrisno Bachir sudah lama sebelum PAN lahir tahun 1998, Mas Tris adalah entrepreneur yang sukses dan selalu memberi bantuan pada berbagai kegiatan saya baik sosial maupun keagamaan,” tambah Amien.
Dalam tuntutan Siti Fadilah, disebutkan bahwa ada aliran dana dari Mitra Medidua Suplier PT Indofarma Tbk dalam pengadaan alkes dengan PAN yaitu Sutrisno Bachir, Nuki Syahrun, Amien Rais, Tia Nastiti (anak Siti Fadilah) maupun Yayasan Sutrisno Bachir Foundation. Pemenang proyek pengadaan itu yaitu PT Indofarma Tbk yang ditunjuk langsung Siti Fadilah dan menerima pembayaran dari Kemenkes, membayar “supplier” alkes yaitu PT Mitra Medidua.
“Selanjutnya PT Mitra Medidua pada 2 Mei 2006 mengirimkan uang sebesar Rp 741,5 juta dan pada 13 November 2006 mengirimkan sebesar Rp50 juta ke rekening milik Yurida Adlanini yang merupakan sekretaris pada Yayasan Sutrisno Bachir Foundation (SBF),” kata Jaksa Penuntut Umum KPK Iskandar Marwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (31/5) malam.
Terhadap dana itu, Nuki Syahrun selaku ketua Yayasan SBF memerintahkan Yurdia untuk memindahbukukan sebagian dana kepada rekening pengurus PAN, Nuki Syahrun dan Tia Nastiti (anak Siti Fadilah). Pengiriman dana dari PT Mitra Medidua kepada Yayasan SBF yang kemudian sebagian ditransfer ke rekening pengurus DPP PAN telah sesuai dengan arahan Siti Fadilah untuk membantu PAN.
Nuki selaku ketua Yayasan SBF lalu memerintahkan untuk memindahbukukan sebagian dana kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan kedekatan dengan Siti Fadilah di antaranya:
1. Pada 26 Desember 2006 ditransfer ke rekening Sutrisno Bachir sebesar Rp 250 juta.
2. Pada 15 Januari 2007 ditransfer ke rekening Nuki Syahrun sebesar Rp 50 juta.
3. Pada 15 Januari 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais sebesar Rp 100 juta.
4. Pada 13 April 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais sebesar Rp 100 juta.
5. Pada 1 Mei 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais Rp 100 juta dan rekening Nuki Syahrun sebesar Rp 15 juta.
6. Pada 21 Mei 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais Rp 100 juta.
7. Pada 13 Agustus 2007 ditransfer ke rekening M Amien Rais sebesar Rp 100 juta.
8. Pada 2 November 2007 ditransfer ke rekening Tia Nastiti sebesar Rp 10 juta dan M Amien Rais sebesar Rp 100 juta.
Dalam perkara ini, Siti Fadilah dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 1,9 miliar subsider 1 tahun kurungan. (*)
Sumber: Republika.co.id
BPK Nilai Laporan Keuangan Kota Serang Tidak Sesuai Standar Akutansi Pemerintahan
SERANG – Penilaian 2.600 aset yang diungkapkan Pemerintah Kota Serang dalam laporan keuangan Kota Serang masih belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP).
Hal tersebut terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kota Serang oleh BPK.
Menurut Kepala BPK Perwakilan Provinsi Banten, T Ipoeng Andjar Wasita, sebanyak 2.669 aset tetap dengan rincian 84 bidang tanah seluas 882.357 meter persegi belum dilakukan penilaian.
“Harusnya penilaian bukan dilakukan dengan melihat harga sekarang, seakan-akan mau dijual saja tapi juga menggunakan penilaian historis,” ujar Ipoeng, Jumat (2/6/2017).
Selain itu penyusutan atas 43.678 aset tetap milik pemerintah daerah tidak menggunakan nilai historis dan nilai perolehan aset tetap.
Berkaitan dengan hal tersebut, Wakil Walikota Serang, Sulhi Khoir menjelaskan, pihaknya masih keterbatasan sumber daya untuk mempercepat menyelesaikan masalah pelaporan aset tersebut.
“Sebetulnya kalau koordinasi (dengan BPK-red) kita jalan. Namun perlu penambahan personel lah untuk mempercepat menyelesaikan pekerjaan,” ujarnya kepada awak media, Jumat (2/6/2017).
Menurut Sulhi persoalan aset di Kota Serang bukan hanya menyoal terkait nilai asetnya semata namun juga terhambat di administrasi sertifikasi aset.
“Bukan cuma nilainya harus kami perbaiki tapi juga administrasi, suratnya kan harus diurus terus hingga menjadi legal dan ada nilainya,” katanya. (*)
Penulis: Yosep.