Kasus Korupsi Blast Furnace; Mantan Dirut Krakatau Steel Diperiksa Penyidik Kejagung
JAKARTA – Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama Krakatau Steel dan sejumlah direktur utama sejumlah perusahaan swasta.
Pemeriksaan dilakukan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dalam dua hari ini ada sejumlah direktur utama perusahaan salah satunya mantan Direktur Umum (Dirut) PT Krakatau Steel periode 2017-2018 berinisial MWES.
Dia diperiksa terkait dengan kasus korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel tahun 2011 lalu.
MWES diperiksa untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Proyek Pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.
“MWES selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2017-2018, diperiksa saat saksi menjabat, melakukan kebijakan antara lain pada tanggal 29 Agustus 2017 melakukan penandatanganan Kontrak Addendum Ketiga dengan Konsorsium (MCC Ceri + PT KE) untuk pekerjaan Change Order pada Local Portion senilai Rp241.145.409.190,” ujar Ketut dalam keterangan tertulis dikutip dari Sindonews, Selasa (28/6/2022).
Kata Ketut, total nilai kontrak BFC Project yang dikerjakan senilai Rp2.215.424.762.190. Dalam hal ini, seluruh pekerjaan pada addendum ketiga kontrak itu telah dikerjakan lebih dulu sebelum proses penandatangan adenddum ketiga kontrak dilakukan atau sebelum MWES diangkat menjadi Dirut PT Krakatau Steel.
Kemudian pada 19 September 2017, MWES menerbitkan Surat Keputusan Direksi untuk Pengoperasian COP sebelum adanya serah terima pekerjaan dan pada tanggal 9 Oktober 2017.
“Pada 14 Februari 2018 dan 29 Agustus 2018 yang bersangkutan melakukan penandatangan Perjanjian Bridging Loan dengan PT KE dengan jumlah pinjaman baru sebesar Rp31.729.886.583 sehingga jumlah total Bridging Loan yang belum terbayar pada saat yang bersangkutan sebagai Direktur Utama PT KS sebesar Rp359.253.825.965,” jelasnya.
Selain MWES, Kejagung juga turut memeriksa sejumlah saksi lainnya di antara MEP selaku Direktur Utama PT Globalnine Indonesia. Dia diperiksa karena merupakan subkontraktor dari PT Krakatau Engineering di 3 area.
“Ketiga area tersebut di antaranya Sinter Plan 4 pekerjaan dengan nilai Rp5.262.605.373, General Facility 3 pekerjaan dengan nilai Rp5.984.363.033, dan Raw Material Storage 4 pekerjaan dengan nilai Rp5.970.058.085,” terangnya. Kemudian saksi lain adalah AP selaku Direktur Utama PT Sentra Karya Mandiri.
Dia diperiksa terkait hubungannya dengan BFC Project yang menjalin kerjasama dengan PT KE sebagai salah satu vendor atau subkontraktor pada BFC Project sejak 2014-2017 yang menyediakan raw material dan penyewaan alat berat dengan nilai total kontrak dalam bentuk PO/JO (Purchase Order/Job Order) berdasarkan database dari PT Krakatau Engineering sebesar Rp45.235.811.011,80.
“Sedangkan berdasarkan data pembayaran yang sudah masuk ke PT Sentra Karya Mandiri pada 2015, 2016 dan 2017 yang sudah terverifikasi oleh PT Sentra Karya Mandiri sebesar Rp20.033.819.188 dengan rincian sebesar Rp12.275.587.117 ditransfer langsung ke rekening PT Sentra Karya Mandiri dan sisanya diberikan menggunakan material Produk PT KS berupa Hot Rolled Steel yang dinilai dengan uang sebesar Rp 7.758.232.071,” ungkapnya.
Saksi selanjutnya yang diperiksa adalah RH selaku staf pada Bisnis Development PT Krakatau Steel dan TD sebagai General Manager Planning dan Bisnis Development PT Krakatau Steel.
“TD diperiksa saat saksi menjabat sebagai Mantan Manager Corporate Planning and Business Development PT Krakatau Steel Januari 2008 s/d Oktober 2011, untuk menjelaskan mekanisme penentuan HPS/OE untuk proyek Blast Furnace Complex PT KS,” tandas Ketut. (*/Sindonews)