FAKTA BANTEN – Ibu Yumnah (65), yang tinggal di Kontrakan Daerah Kebon Besar Batu Ceper, Kota Tangerang, menceritakan nasib PHK yang menimpanya ketika masih bekerja di perusahaan PT Haneka Putra Perdana dan ikut terlibat mendirikan serikat buruh.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dialami oleh Yumnah, setelah mendirikan Serikat Buruh.
Yumnah sendiri bekerja sudah 20 tahun di PT Haneka Putra Perdana dan sudah menjadi karyawan tetap dengan upah yang diterima sebesar Rp 2.460.000 perbulan.
“Upah sebesar itu, tentu di tahun 2017 tidak lah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan empat orang anak,” ungkap Yumnah kepada wartawan faktabanten.co.id, saat ditemui usai sidang gugatan PHK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/8/2017).
Menurutnya, berjuang tidak pernah mengenal usia apalagi dalam memperjuangkan hak yang tidak diberikan oleh manajemen perusahaan.
“Berkat diskusi dan kerja kolektif bersama teman-teman di perusahaan. Di usia saya yang ke 65 tahun tidak mengurangi semangat untuk berjuang dan mendirikan Serikat Buruh agar nantinya setelah terbentuk bisa mewadahi segala keluh kesah seperti yang dirasakan oleh semua pekerja di PT Haneka Putra Perdana” kata Yunmah.
Terbentuknya Pengurus Tingkat Pabrik (PTP) Serikat Buruh Nusantara (SBN) di PT Haneka Putra Perdana. Kemudian langsung dicatat secara resmi oleh Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Barat.
Namun ternyata dengan terbentuknya Serikat Buruh di PT Haneka Putra Perdana, pihak manajemen tidak menyukainya. Hal itu langsung dirasakan oleh seluruh pekerja termasuk Ibu Yunmah. Dimana pekerja yang sudah menjadi karyawan tetap akan dirubah statusnya menjadi borongan. Tentu kebijakan tersebut ditolak oleh Ibu Yumnah dan seluruh pekerja lain dengan penjelasan bahwa bekerja di perusahaan sudah 20 tahun.
Setelah penolakan yang dilakukan Yunmah dan seluruh anggota serikat. Kemudian perusahaan melakukan PHK terhadap 29 anggota dan pengurus serikat buruh tersebut.
Perusahaan tidak hanya melakukan pelarangan mendirikan serikat saja, akan tetapi upah yang selama ini diterima buruh ditempat kerjanya juga tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan Pemerintah. Dimana untuk upah tahun 2017 itu seharusnya setiap pekerja menerima Rp 3.400.000 sesuai UMP DKI. Akan tetapi Perusahaan masih membayar upah Rp. 2.640.000 perbulannya. (*)
Penulis: Moh Jumri.