Militan Muslim Rohingya Ingin Gencatan Senjata, Pejabat Myanmar Tolak Negosiasi
YANGON – Pihak Myanmar menolak usulan gencatan senjata yang diajukan oleh kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) guna memungkinkan pengiriman bantuan kepada ratusan ribu pengungsi etnis Rohingya di Bangladesh dan Rakhine. Pihak Pemerintah Myanmar mengatakan, penolakan itu dikarenakan mereka tidak bersedia bernegosiasi dengan kelompok teroris.
Serangan yang dilakukan ARSA ke pos polisi dan militer pada 25 Agustus lalu mendapat reaksi dari militer Myanmar yang segera meluncurkan operasi militer di Rakhine. Operasi militer tersebut menimbulkan kekerasan dan kekejaman yang memaksa sekira 290 ribu warga etnis Rohingya melarikan diri ke perbatasan Bangladesh.
Baca Juga : Eco-Terrorism Asing Hancurkan Potensi Besar Kayu Indonesia
Berdasarkan data dari PBB di Cox’s Bazaar, selatan Bangladesh, banyak di antara pengungsi yang tiba di Bangladesh berada dalam keadaan sakit atau terluka. Sementara ribuan warga etnis Rohingya di Rakhine dilaporkan telah kehabisan makanan dan tidak memiliki tempat perlindungan dengan banyak di antara mereka yang masih berusaha untuk melintas ke Bangladesh.
Untuk mengatasi situasi kemanusiaan yang semakin kritis itu, ARSA mengumumkan gencatan senjata sepihak selama satu bulan, agar bantuan kemanusiaan dapat disalurkan kepada warga Muslim Rohingya yang menderita. Langkah dari ARSA Itu tidak mendapatkan tanggapan resmi dari pemerintah maupun militer Myanmar, namun, penolakan disuarakan oleh Zaw Htay, juru bicara pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi melalui media sosial.
“Kami tidak punya kebijakan untuk bernegosiasi dengan teroris,” demikian pernyataan dari Zaw Htay melalui Twitter sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (11/9/2017).
Seiring dengan pernyataan tersebut, militer Myanmar terus melakukan operasi pembersihan di Rakhinedan memburu militan ARSA yang dianggap sebagai kelompok teroris. Pengawas hak asasi manusia (HAM) di Rakhine juga melaporkan adanya kegiatan dari tentara Myanmar yang melakukan pembakaran dan pengusiran terhadap warga Rohingya di Rakhine.
Kegiatan yang dilakukan militer Myanmar tersebut menimbulkan keraguan warga Rohingya akan adanya efek dari gencatan senjata yang diumumkan ARSA.
“Mereka (tentara Myanmar) mengatakan, ‘pergi atau kita akan membakar kalian semua’. Bagaimana kami bisa percaya gencatan senjata akan berpengaruh?” kata Hafez Ahmed seorang pengungsi Rohingya kepada AFP. (*)
Sumber : Okezone.com