Secercah Cahaya Islam di Belantara Sosialis Komunis Vietnam

HO CHI MINH – Kumandang adzan, Jumat (14/7) siang itu tak begitu terdengar, namun tetap mampu menggiring ratusan Muslim untuk melangkahkan kakinya menuju Masjid Jamia Al Muslimin, Kota Ho Chi Minh, Vietnam.

Barisan jamaah memenuhi hingga teras luar masjid terbesar di Kota Ho Chi Minh itu, termasuk jamaah wanita yang turut mengikuti ibadah Shalat Jumat.
advertisement

Suasana teduh usai hujan siang itu menambah hikmat ibadah yang diikuti oleh berbagai suku bangsa, termasuk Indonesia.

Salah satu jamaah Indonesia, Fharis Romanda, juga merasakan nafas Islam di negara yang kuat akan paham komunis dan sosialisnya itu.

Mahasiswa Jurusan Sastra Arab Universitas Islam Madinah itu sempat menunaikan Shalat Jumat bersama jamaah lainnya.

“Saya tersentuh karena masih ada secercah cahaya di negeri yang sosialis komunis ini,” katanya.

Masjid Jamia Al Muslimin terletak di pusat kota Ho Chi Minh atau dulu dikenal dengan nama Saigon, tepatnya di 66 Dong Du Street, tak jauh dari Gedung Opera House.

Masjid yang juga dikenal dengan Saigon Central Mosque dan didirikan oleh Muslim asal India pada 1935 itu merupakan salah satu dari 12 masjid yang tersebar di Kota Ho Chi Minh.

Didominasi dengan warna cat hijau muda, masjid tersebut memberikan ketenangan tersendiri di tengah hiruk-pikuk kota Ho Chi Minh yang sibuk.

Bangunannya yang luas, memberikan ruang bagi siapa saja yang hendak mengunjungi tanpa menganggu para jamaah yang sedang beribadah.

Tak heran, Masjid Jamia Al Muslimin selalu menempati urutan atas dalam wisata yang direkomendasikan di kota yang dulunya sempat menjadi Ibu Kota Vietnam Selatan itu.

Di sebelah masjid pun turut didirikan Madrasah Noorul Iman Arabic School dan diresmikan pada 1968 oleh Asisten Pejabat Tinggi Saigon Doan-Van-Bich. Sayangnya, bangunan tiga lantai itu kini kurang begitu terawat.

Fharis juga sempat bercengkerama dengan salah satu jamaah asal Vietnam bernama Muhammad (51).

Muhammad selalu berdiri di gerbang masjid untuk menyapa jamaah dan mengajak jamaah untuk menunaikan ibadah Shalat Jumat.

“Beliau yang membuat saya terharu,” ujarnya.

Selain itu, yang membuat pria asal Batang, Jawa Tengah itu berdecak kagum, yakni jamaah Masjid Jamia Al Muslimin ketika Shalat Jumat selalu penuh, meskipun bukan semuanya warga asli Vietnam, bercampur dengan warga negara asing dan para turis Muslim.

Ini merupakan kali pertama bagi Fharis menjejakan kakinya di negeri minoritas Muslim, biasanya dia melancong ke negara yang rata-rata mayoritas Muslim, seperti Arab Saudi, Mesir, Abudhabi dan Malaysia.

Namun, dia merasa terkesan dengan nuansa Islam di negeri yang populasi Muslimnya hanya dua persen dari total jumlah 91,7 juta juta orang, menurut data Bank Dunia 2015.

Hanya saja, Fharis terkendala dan memiliki waktu cukup terbatas untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid tersebut, mengingat kunjungannya ke Vietnam dalam rangka menghadiri undangan konferensi internasional pertukaran pemuda negara-negara ASEAN dalam bidang pendidikan, ASEAN Youth Exchange on Education 2017.

Beruntung dia tidak sendiri dalam mengadiri acara tersebut sehingga masih bisa menunaikan ibadah shalat berjamaah bersama teman-temannya asal Indonesia.

Fharis juga sempat berkenalan dengan seorang Muslim dari Aljazair yang sudah bekerja di Kota Ho Chi Minh dan berbincang tentang banyak hal.

Hidangan Halal

BI Banten

Bagi para pelancong Muslim, tidak sulit mencari hidangan halal di pusat Kota Ho Chi Minh, salah satunya sangat dekat sekali dengan lokasi Masjid Jamia Al Muslimin.

Tepat di seberang masjid tersebut terdapat restoran halal, yaitu Halal Saigon.

Cita rasanya pun tidak jauh berbeda dengan masakan Indonesia pada umumnya karena restoran tersebut menyajikan kuliner khas Melayu dan Malaysia.

Di samping masjid juga terdapat restoran halal lainnya, yaitu Restoran DNyonya yang menyajikan menu “buffet” atau prasmanan pada Hari Jumat yang tentunya lebih murah pagi para pelancong “backpacker”.

Selain itu Kawasan Pasar Ben Thanh juga banyak berjajar restoran halal dan toko pakaian muslim.

Salah satu pelancong Muslim asal Filippina, Merra Musa, mengaku rumah ibadah serta restoran bagi muslim sangat mudah diakses di Kota Ho Chi Minh.

“Masjid dengan restoran halalnya berdekatan, tentunya ini memudahkan bagi turis Muslim seperti saya,” ujarnya.

Ia tidak kesulitan bertemu dengan komunitas Islam, terutama dari Indonesia.

“Saya menganggapnya keluarga di sini,” kata mahasiswi yang kini menempuh pendidikan di Jurusan Psikologi Far Eastern University, Filippina.

Merra berharap fasilitas untuk beribadah bisa lebih banyak dan lebih mudah lagi diakses untuk warga Muslim di Ho Chi Minh.

Selain itu, dia menambahkan, warga atau turis Muslim bisa hidup berdampingan dengan damai tanpa diskriminasi meskipun sebagai minoritas seperti di negaranya.

Perspektif Islam

Bagi sebagaian besar warga Vietnam yang menganut paham sosialis komunis, Islam belum begitu populer di negara tersebut.

Hal itu juga dirasakan oleh Nguyen Ha Trang, warga Vietnam yang bermukim di Kota Hanoi.

Ha Trang yang akrab dipanggil Alexa itu mengaku tidak pernah menemui warga Muslim di lingkungannya, justru dia bertemu dengan teman Muslim di Inggris, negara yang Ia pilih untuk meneruskan studinya.

Menurut dia, jumlah Muslim di Inggris lebih banyak dari di negaranya, bahkan terdapat satu wilayah, yaitu Birmingham yang terkenal dengan banyaknya komunitas Muslim.

“Inggris adalah negara yang multikultural, jadi saya banyak bertemu dengan teman-teman dari berbagai latar belakang, termasuk Muslim,” ujarnya.

Mahasiswi Jurusan Ekonomi dan Keuangan Lancaster University, Inggris, itu mengaku memiliki dua teman dekat Muslim asal Timur Tengah.

“Aku punya dua teman dekat, mereka Muslim, mereka baik sekali. Bagi saya pribadi, Muslim itu ramah, baik, tetapi mereka banyak dihadapkan dengan kesalahpahaman tentang apa yang ditayangkan media-media terkait terorisme, ISIS dan penyerangan-penyerangan lainnya,” ujarnya.

Terkait hal itu, sebagai warga negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, yakni Indonesia, Fharis menanggapi, sebagai seorang Muslim harus bisa mencerminkan sikap sebagai Muslim yang hakiki atau yang sebenar-benarnya.
Menurut dia, dakwah harus dimulai dengan perbuatan tidak hanya perkataan, dengan demikian masyarakat akan memahami Islam.

Fharis berharap warga Muslim di Vietnam atau di negara-negara minoritas muslim lainnya, bisa bersabar untuk mendapatkan haknya agar setara dengan warga lainnya.

“Tidak dipersulit, tidak dicurigai lagi,” ujarnya.(*)

 

 

Sumber: Kanigoro.com

KS Anti Korupsi
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien