Akses Jalan Tak Memadai, Guru di Lebak Berjalan Kaki Sejauh 2 Kilometer Menuju Sekolah

Bawaslu Cilegon Stop Politik Uang

 

LEBAK – Salah satu guru di Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak bernama Jubaedah (55) yang merupakan warga Kampung Dalung, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, harus melawati jalan terjal yang dipenuhi rintangan dan berjalan kaki sejauh 2 kilometer.

Jubaidah diketahui berjalan kaki mulai dari Kampung Dalung, Kecamatan Rangkasbitung hingga SDN 3 Margajaya.

Hal itu, rela ia lakukan demi mengajar para muridnya yang berjumlah 100 siswa/siswi.

Ia menjelaskan, rutinitas berjalan kaki melawati jalan terjal untuk menuju ke sekolah SDN 3 Margajaya, Kampung Cinihnih, Desa Margajaya, Kecamatan Cimarga sudah dilakukan sejak tahun 1994.

Advert

“Kalau jalan kaya gitu saya sudah lakukan hampir 30 tahun. Soalnya akses jalannya terdekat menuju sekolah adalah lewat sini,” kata Jubaedah kepada Fakta Banten, pada Selasa (5/12/2023).

Jubaidah mengungkapkan, saat menuju sekolah berbagai macam rintangan dirinya lewati seperti babi hutan, ular, dan hewan liar lainnya.

“Kalau pas di kelapa sawit pasti ada suara babi hutan. Apalagi saya harus melawati jembatan bambu yang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki. Pernah juga saya terpeleset hingga 30 meter sehingga kaki saya bengkak, dan selama satu Minggu tak mengajar,” ujar dia sambil menangis.

Kata dia, pernah pada tahun 2015 pemerintah membuatkan jalan untuk akses terdekat agar para guru dan siswa bisa sampai ke sekolah dengan aman.

“Tapi jalan itu rusak, karena jalan itu rusak orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah lain. Daripada nyawa melayang mending cari tempat lain,” tutur Jubaidah.

KPU Cilegon Coblos

Ia mengaku, sudah mengajar sejak tahun 1994 disekolah tersebut hingga pada tahun 2004 dirinya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

“Pas ada program pengangkatan PNS di zaman SBY saya diangkat, Alhamdulillah saya sangat berterimakasih kepada presiden SBY. Alhamdulillah saya tahun ini saya sudah dapatkan sertifikasi, cuman uangnya belum menerima,” tandasnya

Jubaidah berharap, agar pemerintah memperhatikan sekolah-sekolah yang berada di pelosok terutama sekolah ditempatnya mengajar.

“Tolonglah para pemerintah untuk memperhatikan sekolah yang di pelosok. Sebab saya sedih dengan keadaan akses jalan kesini,” pungkasnya.

Sementara itu, Guru olahraga SDN 3 Margajaya yang berstatus honorer, Badrudin mengaku, hal yang sama dirasakan oleh dirinya lantaran akses jalan menuju sekolah tidak mendukung untuk dilalui oleh kendaraan.

“Saya ngajar disini sejak tahun 2017 sampai sekarang, karena jalan tidak memadai lebih memilih berjalan kaki sepanjang 2 kilometer,” ucap Badrudin.

“Sebetulnya bisa saja bawa motor tapi harus muter dengan jarak 10 kilometer, cukup lumayan jauh,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, kekhawatiran saat berjalan kerap kali menghantui dirinya lantaran saat berjalan kaki harus melewati hutan belantara dan bahaya yang tidak terduga.

“Masih ada babi hutan, terus hewan berbahaya, kadang pas jembatannya saya pernah terpeleset dan terjatuh kebawah juga, sampai harus dirawat di rumah karena patah tulang,” tandas Badrudin.

Badrudin menuturkan, pembangunan jembatan sempat dilakukan namun terdampak longsor. Dan sampai sekarang tidak ada perhatian lagi dari pemerintah.

“Tidak ada perhatian dari pemerintah, sampai sekarang jalan yang rusak, dan jembatan bambu tidak ada yang membangun,” tandasnya. (*/Hery)

PUPR Banten Infografis
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien