Rendaman Konsentrat Emas Diduga Mencemari Sungai Cibareno Lebak

LEBAK – Kegiatan pengolahan konsentrat emas yang menggunakan tong (Tailing Pond) dengan kimia di bantaran Sungai Cibareno, tepatnya di Desa Cikadu, Kecamatan Cibeber, berpotensi mencemari sungai.

Pencemaran berupa limbah bahan berbahaya dan Beracun (B3) yang diduga lepas landas dibuang ke sungai, tentu dapat menimbulkan penyakit dan menjadi bom waktu untuk kelangsungan hidup dan kesehatan masyarakat di sekitar Sungai Cibareno.

Satu dari sekian perusahaan pengolahan emas dengan metode perendaman tong menggunakan obat kimia, disinyalir telah lama melakukan pembuangan limbah B3 senyawa kimia yang dilepas bersama lumpur sisa mengolahan emas ini ke Sungai Cibareno.

Diketahui, kandungan zat kimia proses pengolahan emas dengan sianida melibatkan beberapa unsur kimia, seperti Tohor (Kapur), Nitrate (PbNO3), Sianid (CN), Soda Api, dan Karbon.

Sianidasi Emas (juga dikenal sebagai proses sianida atau proses MacArthur-Forrest) adalah teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar rendah dengan mengubah emas ke kompleks koordinasi yang larut dalam air.

Wajar saja, efek dari penggunaan unsur kimia tersebut menimbulkan efek gatal atau iritasi pada kulit akibat limbah B3 yang mencemari air dan tanah. Bahkan lebih dari itu, jika dikonsumsi manusia dan binatang dapat menimbulkan keracunan hingga menyebakan kematian pada biota sungai dan manusia.

Saat dikonfirmasi, Camat Cibeber mengaku tidak mengetahui aktifitas pengolahan emas yang membuang limbah B3 ke sungai di wilayahnya, akibat ketiadaan mercuri kini pengusaha tambang beralih ke kimia dengen perendaman menggunakan tong.

“Sebenanya bukan karena mereka tidak tahu dengan bahaya B3, tapi ketiadaan mercuri kini mereka beralih ke kimia B3,” dikatakan Camat, Eman Suparman, (2/5/2018).

Camat Cibeber juga menyayangkan masih adanya pengusaha perendaman dengan menggunakan media tong dan zat kimia, yang melakukan pembuangan limbah B3 lepas landas ke aliran Sungai Cibareno.

Kartini dprd serang

“Adanya indikasi pembuangan B3, tentu kami sangat menyayangkan karena dapat mencemari aliran sungai dan berdampak pada masyarakat pengguna air sungai dan ikan didalamnya,” tandasnya.

Camat berharap, limbah zat kimia B3 dapat dikelola dengan baik dan ditampung di kolam-kolam agar air kembali netral dan aman untuk lingkungan.

Diketahui, dibandingkan dengan penggunaan mercuri, pola kegiatan pengolahan konsentrat dengan menggunakan kimia terbilang relatif mudah terurai ketimbang menggunakan mercuri sebagai media penangkapan biji emas dalam batuan dan tanah.

“Seharusnya, limbah B3 yang dihasilkan dari sisa proses perendaman tersebut terlebih dulu ditampung di kolam-kolam penampungan sebelum di lepas ke lingkungan,” tegas Eman.

“Memang bahaya B3 jika dikelola dengan baik tidak begitu berbahaya seperti dampak mercuri, karena masih bisa terurai ditanah,” imbuhnya.

Terpisah, Aa Mbo (38) warga Desa Cibareno, Kecamatan Cilograng yang bermukim di sepanjang bantaran Sungai Cibareno hilir mengeluhkan gejala gatal-gatal saat menggunakan air dari aliran Sungai Cibareno.

“Kami biasa menggunakan air sungai untuk mencuci pakaian dan mandi dan tak jarang saat musim kemarau air sungai ini diangkut oleh warga untuk komsumsi minum dan memasak,” ujarnya.

Warga juga mengeluhkan, saat tengah berada di sungai untuk mandi dan mencuci pakaian, seketika air terlihat keruh kecoklatan seperti pembuangan lumpur konsentrat yang diduga limbah B3 yang dibuang ke sungai oleh para penambang emas dengan menggunakan perendaman kimia.

“Saat mandi disini kami kerap merasakan gatal-gatal pada kulit, bahkan sesekali aliran sungai ini keruh,” ungkapnya. (*/Sandi)

Polda