Staff KLH dan Wartawan Dikeroyok, Pemuda Banten Bersatu Desak Pencabutan Izin PT GRS dan Evaluasi Kapolda
LEBAK – Insiden pengeroyokan terhadap wartawan dan staf Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang diduga dilakukan oleh oknum keamanan PT Ganesis Regeneration Smelting (GRS) terus menuai kecaman.
Organisasi Pemuda Banten Bersatu (PBB) menilai peristiwa ini bukan sekadar tindak kriminal biasa, melainkan bukti arogansi perusahaan yang harus segera ditindak tegas oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.
Koordinator Nasional PBB, Teguh Pati Ajidarma, menegaskan bahwa pihaknya sudah lebih dari satu bulan melakukan advokasi terkait aktivitas PT GRS yang dianggap merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.
“Sejak jauh sebelum insiden pengeroyokan, kami sudah melayangkan laporan dan desakan agar izin perusahaan ini dicabut. Namun, hingga kini belum ada langkah nyata. Justru, aksi kekerasan terhadap media dan utusan KLH semakin membuktikan bahwa perusahaan ini kebal hukum dan arogan,” ujar Teguh kepada Fakta Banten, Kamis (21/8/2025).
Menurutnya, serangan fisik terhadap wartawan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
“Jika media saja bisa dipukul, bagaimana dengan masyarakat kecil? Ini bukti bahwa ada kekuatan besar yang melindungi perusahaan tersebut,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Lapangan PBB, Firmansyah, menduga ada pembiaran atau bahkan keterlibatan aparat penegak hukum di balik insiden tersebut. Karena itu, ia mendesak langkah tegas dari pemerintah pusat hingga daerah.
“Dalam aksi massa berikutnya, kami tidak hanya menuntut pencabutan izin PT GRS, tapi juga mendesak pencopotan Kapolda Banten dan Kapolres Serang karena dianggap gagal menjaga keamanan dan membiarkan kekerasan terjadi,” tegas Firmansyah.
Ia juga menyinggung peran Gubernur Banten, Andra Soni, yang dinilai harus turun tangan langsung.
“Ini ujian awal kepemimpinan beliau. Kalau tetap diam, publik bisa menilai sendiri keberpihakannya. Jangan sampai rakyat menganggap gubernur ikut membiarkan atau bahkan terlibat,” ujarnya.
PBB menilai kasus ini adalah momentum penting untuk menguji keberanian aparat dan pemerintah dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Mereka menegaskan perjuangan yang dilakukan bukan sekadar soal pencabutan izin perusahaan, tetapi juga pembenahan aparat agar hukum tidak hanya tajam ke bawah.
“Kami ingin menegaskan: ini bukan sekadar soal izin perusahaan. Kami menolak aparat yang abai. Kapolda Banten dan Kapolres Serang harus dievaluasi, bahkan dicopot bila tidak mampu menjalankan tugasnya,” pungkas Firmansyah.
Insiden pengeroyokan ini diharapkan menjadi alarm bagi seluruh pemangku kebijakan agar lebih serius dalam melindungi masyarakat, wartawan, dan lingkungan dari arogansi korporasi. (*/Sahrul).

