JAKARTA – Asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo yang bernama Susi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dengan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (31/10/2022) kemarin.
Namun hakim beberapa kali menuding Susi berbohong saat memberikan keterangannya.
Pakar hukum menilai Susi bisa terancam hukuman penjara jika memang berbohong dalam persidangan.
Jika keterangan Susi dinyatakan palsu, bisa terancam hukuman maksimal 7 tahun penjara. Yuk simak penjelasan tentang hukuman bagi saksi yang berbohong di pengadilan berikut ini.
Ancaman Bagi Saksi yang Berbohong
Berbohong di pengadilan merupakan tindak pidana. Dalam hukum positif Indonesia, berbohong di pengadilan dikategorikan sebagai tindakan memberi keterangan palsu.
Ancaman pidana bagi saksi yang berbohong di persidangan pun cukup berat. Hal ini telah diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 242 Ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi ataupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Hukuman bagi saksi yang berbohong di persidangan bahkan dapat lebih berat dengan ancaman paling lama 9 tahun penjara. Hal ini tertuang dalam Pasal 242 Ayat 2 yang berbunyi:
“Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam pidana penjara paling lama 9 tahun”
Berbohong di Pengadilan Dapat Kehilangan Hak
Mengacu pada Ayat 4 pasal ini, hakim diberi wewenang untuk menerapkan pidana tambahan jika berbohong di pengadilan. Pidana itu berupa pencabutan hak yang diatur dalam Pasal 35 Ayat 1 KUHP, tepatnya poin nomor 1 hingga 4.
Hak-hak yang dapat dicabut dengan putusan hakim tersebut meliputi:
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan,
5. hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri. (*/Suara)