PLTU Jawa 9 dan 10; Investasi Korea yang Dipaksakan di Tengah Pandemi
JAKARTA – Baru-baru ini, partai pendukung Presiden Korea Selatan Moon Jae In mengumumkan sebuah terobosan untuk mengurangi emisi dan laju pemanasan global melalui “Green New Deal”. Sayangnya, komitmen tersebut tak lantas membuat Korea Selatan berhenti melakukan investasi energi kotor di luar negaranya, seperti Indonesia dengan proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Banten.
Beberapa hari lagi, KEPCO, salah satu lembaga donor dari perusahaan listrik Korea Selatan akan mengadakan rapat untuk memutuskan kelanjutan pendanaan proyek Jawa 9 dan 10. Sebelumnya, studi kelayakan bisnis proyek ini menemukan bahwa proyek tersebut bukan investasi yang menguntungkan.
“KEPCO mencari persetujuan Dewan untuk proyek Jawa 9 dan 10 meskipun KDI telah berulang kali memperingatkan bahwa proyek ini memiliki profitabilitas negatif dalam studi pra-kelayakan. Jika KEPCO bersikeras untuk mengejar proyek ini, maka akan menghasilkan kerugian yang signifikan, tidak hanya untuk KEPCO, tetapi juga mitranya di Indonesia serta investor keuangan dari proyek tersebut,” ungkap Sejong Youn, Director of Overseas Coal Program Solutions for Our Climate.
Saat ini, kita semua tahu bahwa PLN terus mengalami kerugian keuangan dan masih bergantung pada subsidi pemerintah. Dalam kondisi depresi seperti sekarang, alangkah lebih bijaksana bagi PLN untuk introspeksi agar keuangannya lebih sehat.
“Apa yang akan terjadi jika PLN terkunci dengan kewajiban untuk memenuhi pembayaran kapasitas beban dasar dari IPP tanpa memiliki permintaan yang disyaratkan, sementara PLN tidak memiliki kemampuan untuk menaikkan tarif? Apa yang akan terjadi jika pemerintah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan arus kas PLN, mengingat defisit fiskal kita telah melebar lebih dari dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya?” kata Elrika Hamdi, Pengamat Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA).
Selain tak sehat secara bisnis, proyek ini tentu saja menambah kerentanan masyarakat yang hidup dalam bayang persoalan limbah industri dan pandemi Covid-19. Polusi udara yang dihasilkan oleh corong PLTU itu berdampak luas bagi warga Banten, pun Jakarta. Kehadiran proyek ini tentu akan sangat menghimpit ruang hidup masyarakat dan menurunkan daya tahan warga dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini.
Tubagus Soleh Ahmadi, Direktur Eksekutif Walhi Jakarta menegaskan bahwa saat ini, PLTU yang telah berdiri di Banten sudah memperlihatkan berbagai dampak bagi lingkungan hidup dan memengaruhi sumber kehidupan manusia.
“Menambah PLTU sama dengan memperparah keadaan lingkungan hidup. Pilihan ini juga mengesampingkan desakan publik agar negara segera beralih ke energi bersih terbarukan yang adil dan berkelanjutan, melalui transisi yang berkeadilan. Lebih lanjut, artinya mendanai proyek PLTU sama saja “mensponsori” pengrusakan lingkungan,” ujar Bagus.
Tujuan pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 ini patut dipertanyakan. Proyek ini jelas tak strategis, sebab ketersediaan listrik di Pulau Jawa sudah kelebihan pasokan.
“Saat ini, PLTU Jawa 9 dan 10 menjadi mega proyek investasi yang tidak strategis dan tidak relevan. Proyek ini akan membawa dampak lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat yang teramat besar kedepan. Langkah paling menguntungkan saat ini justru adalah segera meninjau ulang dan mengambil keputusan akhir untuk membatalkan,” tutup Andri Prasetiyo, Periset dan Pengampanye Trend Asia. (*/Red)