Polisi Diminta Konsisten Gunakan Istilah Terorisme

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Polri harus konsisten dalam menggunakan kata terorisme. Polri tidak boleh menerapkan standar ganda dalam kasus-kasus dugaan tindak pidana terorisme.

Legislator Gerindra itu mengungkapkan, banyak yang mempertanyakan mengapa di satu sisi Polri mudah menyebutkan pembakaran Polres Dharmasraya Sumatera Barat sebagai aksi terorisme antara lain karena pelaku meneriakkan takbir, namun menyebut aksi penyanderaan di Timika Papua sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

“Beberapa hari ini saya banyak mendapat pertanyaan dari konstituen soal sikap Polri yang dianggap berbeda dalam dua kasus yang terjadi hampir bersamaan yakni pembakaran Polres Dharmasraya dan penyanderaan di Timika Papua,” katanya, Rabu (15/11).

Dia mengatakan banyak yang ingin tahu apa ada Standar Operasional Prosedur (SOP) di Internal Polri untuk mengklasifikasikan dan membedakan apa itu terorisme dan apa itu KKB? Seharusnya, pedoman penyebutan istilah-istilah tersebut cukup mengacu pada KUHP dan peraturan perundang-undangan lainnya.

“Yang di Papua itu menurut saya memenuhi unsur tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam pasal-pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” ujarnya.

Menurutnya, sangat jelas kelompok di Papua punya senjata dan perbuatan mereka telah menimbulkan suasana teror atau rasa takut yang meluas. Mereka juga merampas kemerdekaan dan yang terpenting sudah ada korban jiwa.

Perbedaan pengguaan istilah ini, menurutnya sangat sensitif dan bisa menimbulkan masalah baru yakni kesalah-pahaman bahwa Polri bersikap diskriminatif. Publik, menurutnya, bisa mengerti bahwa kerja Polri dalam menjaga keamanan dan menegakkan hukum begitu berat.

Pihaknya tentu mendukung agar Polri bisa berhasil melaksanakan tugasnya, namun tetap Polri harus mengutamakan azas kehati- hatian terutama dalam menyampaikan pernyataan resmi yang akan menjadi rujukan semua pihak. (*)

Sumber : Republika.co.id

Honda