JAKARTA – PADA mulanya kuasa hanya dipahami sebagai kemampuan atau kesanggupan seseorang melakukan sesuatu. Orang menguasai alat musik maksudnya adalah orang sanggup memainkan alat musik, orang kuasa berjalan maka artinya orang bisa berjalan. Namun dalam perkembangannya kuasa berkembang menjadi power, kekuatan, wewenang, memerintah. Jadi kuasa dalam arti ini adalah bahwa penguasa itu menguasai orang lain, mampu menggerakkan orang lain, menguasai suatu daerah.
Perjalanan kuasa bermacam-macam bentuknya. Ada yang mulai dari kuasa ekonomi. Seseorang membangun kuasa ekonomi, membangun bisnis, membangun perusahaan, atau melanjutkan usaha milik orang tuanya. Pada tahab selanjutnya kuasa menjadi kegemaran. Kekuasaan menjadi mainan, tantangan, dan kepuasan diri seseorang. Maka tidak heran jika orang-orang yang tadinya kuasa ekonomi bermain-main juga di dalam kuasa politik. Untuk apa politik mereka kuasai? Ternyata kembali lagi pada ekonomi. Jika politik dikuasi maka akses-akses ekonomi yang lebih luas akan lebih terbuka, tender pembangunan, penganggaran, dan lain sebagainya.
Beberapa hari terakhir diberitakan seorang kepala daerah tertangkap KPK, dalam pemeriksaannya terdapat sebuah surat kesepahaman antara dua pengusaha sebagai pemodal kepada calon kepada daerah. Isi surat itu adalah bahwa kelak di kemudian hari jika si calon ini menang maka keputusan pemerintah berupa kebijakan, menempatkan orang harus dirembuk dulu dengan sang pengusaha. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal itu tidak lain karena keinginan kekuasaan yang lebih banyak dan luas oleh sang pengsaha.
Pada dasarnya kuasa itu netral. Tidak ada yang salah kita menguasai sesuatu. Kekuasaan dalam konteks ini kita bisa contohkan jabatan misalnya adalah bersifat netral, jika dipergunakan dengan baik maka akan pula memberi kemanfaatan yang baik pula, namun jika digunakan tidak baik maka akan menjadi bencana pula bagi sesama.
Di dalam kuasa terdapat kenikmatan, fasilitas, kenyamanan, dan harta kepemilikan. Hal inilah yang menjadikan banyak orang yang kecanduan kuasa. Kecanduan kuasa itu contohnya adalah ketika dia pernah berkuasa dan merasa nikmat maka dia ingin lagi dan lagi. Kita bisa mengatakan bahwa kuasa itu candu. Karena kekuasaan telah menjadi candu maka segala cara dilakukan agar kuasa masih tetap di genggaman.
Bagi seorang pejabat yang ingin jabatannya utuh atau terus naik maka ia harus mampu membaca suasana politik, siapa kira-kira yang akan jadi pada pemilihan pemimpin yang akan datang, ia menempel disana, jika perlu menjadi tim sukses atau penyandang dana maka akan mendapatkan jabatan di periode yang akan datang sebagai upah.
Kekuasaan terhalang usia, sudah dua kali periode, usia sudah tidak memungkinkan padahal ia masih ingin mendapatkan kenyamanan kuasa. Ia masih ingin dihormati, menikmati fasilitas. Pada kasus seperti ini biasanya yang terjadi adalah berkuasa menggunakan tangan orang lain. Ia mencalonkan anaknya, istrinya, kerabatnya, atau siapa saja yang mampu dia kendalikan. Penguasa di balik layar. Dan pemimpin yang tampil hanyalah nama, ia hanya boneka yang dimainkan dari belakang.
Sedangkan kata sakau adalah sebuah peristiwa ketika kita telah kecanduan sebuah barang tetapi barang itu tidak ada di tangan kita. Misal kita kecandungan kopi, jika sehari itu belum minum kopi maka badan kita merasa lungrah, dan jika kita tidak menemukan kopi maka kita bingung dan gelisah. Demikian juga dengan kekuasaan. Orang-orang yang bisanya menjabat kekuasaan dan cukup lama tiba-tiba dia kehilangan kekuasaan maka dia akan mengalami sakau kuasa. Ia yang bisanya dihormati, ke luar dipayungi, lelah dipijiti, haus tinggal perintah ambilkan minum tiba-tiba tercerabut kuasa itu maka jadilah sakau kuasa, Dan pada saat sakau kuasa bisanya orang menghalalkan segala cara termasuk cara-cara yang hina.
Namun apakah benar itu kekuasaan yang sejati? Kekuasaan yang sepertinya di dalam genggaman itu sebenarnya semu belaka, karena yang maha kuasa sebenarnya hanyalah Allah. Seseorang yang berkuasa sebesar apapun kekuasaannya, jika ia telah terlepas dari nyawanya maka selesai sudah kekuasaannya. Kita benar-benar tidak memiliki kekuasaan karena mengendalikan kentut kita saja kita tidak mampu.
Gambang Syafaat edisi Februari 2020 kali ini akan mengangkat tema “Sakau Kuasa”. Mari. (*/Caknun.com)