JAKARTA – Dalam kurun satu tahun terakhir, tren dukungan pemilih Jokowi pada Pilpres 2019 disebut cenderung kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, dukungan kepada Ganjar justru menurun, sementara dukungan untuk Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto mulai naik.
Demikian terungkap dalam temuan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang disampaikan pendirinya Saiful Mujani dalam program Bedah Politik bertajuk “Capres Mana Menarik Pemilih Jokowi?” yang tayang di kanal YouTube SMRC TV pada Jumat, 3 Juni 2022.
Saiful menyatakan, memahami peta dukungan pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin penting bagi siapapun yang akan bertarung di Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
“Pada Pilpers 2019, jumlah mereka banyak, 55 koma sekian persen. Sementara kita semua tahu Pak Jokowi tidak bisa maju lagi. Jadi pertanyaannya, suara pemilih tersebut akan ke mana?” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini menambahkan, memahami perilaku pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin tidak bisa hanya didasarkan keputusan partai.
“Mungkin ada yang berasumsi seperti itu. Jokowi memang PDIP. Mungkin suara pemilihnya akan mengikuti suara PDIP. Itu asumsi kalau partai politik penting dalam Pilpres,” kata Saiful.
“Tapi, kekuatan PDIP kan sekitar 20 persen lebih dari total pemilih nasional. Untuk meraih 50 persen plus, butuh dukungan partai lain. Dan pemilih Jokowi di 2019 kan bukan hanya dari PDIP. Ada dari Nasdem, Golkar, dan lain-lain,” sebutnya menambahkan.
“Artinya apa? Artinya aspek-aspek dari partai lain juga perlu dihitung, kalau bicara soal partai,” imbuh Saiful.
Saiful menegaskan, dalam diskusi dan literatur politik selama pemilihan presiden, peran tokoh sangat penting di tengah lemahnya hubungan pemilih dengan partai politik di Indonesia.
Dari survei-survei nasional tatap muka yang dilakukan SMRC selama setahun terakhir, Saiful menemukan bahwa mereka yang memilih Jokowi di Pilpres 2019, trennya cenderung memilih Ganjar. Meskipun banyak juga yang bergeser ke Prabowo dan Anies Baswedan.
Dikatakannya, dari Mei 2021 hingga Maret 2022, selama empat kali survei, Ganjar merebut paling banyak pemilih Jokowi. Dari 32,8 persen di Mei 2021, sempat melonjak 40,6 persen di Desember 2021, dan terakhir 36,9 persen di Maret 2022.
Sementara kata dia, Prabowo meraih 24,6 persen di Mei 2021, turun 22,4 di Desember 2021, dan naik lagi menjadi 26,3 persen di Maret 2022. Sementar Anies meraih 23,8 di Mei 2021, dan 20,8 persen di Maret 2022.
“Jadi trenya, Ganjar selalu unggul. Kedua Prabowo. Sementara Anies cenderung statis,” jelas Saiful.
“Sekarang peperangan terjadi antara Prabowo dengan Ganjar. Antara Desember-Maret, Prabowo naik 4 persen. Dan Ganjar turun 4 persen,” tambahnya.
Doktor ilmu politik lulusan Ohio State University ini menjelaskan, preferensi pemilih Jokowi yang cenderung memilih Ganjar sebagai sesuatu yang wajar.
“Walaupun Ganjar belum dikenal luas. Tapi basis Ganjar ini sama dengan Jokowi. Keduanya kuat di Jawa Tengah. Ganjar sekarang Gubernur Jawa Tengah,” terangnya.
Lalu, mengapa Prabowo yang merupakan lawan Jokowi di Pilpres lalu mendapatkan limpahan suara lebih banyak daripada Anies, Saiful menjelaskan ini terkait dengan hubungan kedua tokoh dengan Jokowi.
“Meskipun tadinya lawan di Pilpres, Prabowo belakangan bergabung di kabinet dengan Pak Jokowi. Sementara Anies tadinya di kubu Pak Jokowi, sempat diberhentikan oleh Jokowi dari posisi Menteri. Kemudian Anies belakangan membelot. Maju jadi gubernur dan didukung partai-partai yang bukan pendukung Jokowi.” paparnya.
“Jadi publik menilai hubungan Jokowi dengan Anies tidak baik,” sambung dia.
“Yang menarik, kalau Ganjar tidak maju, ke mana suara itu pergi?” tanyanya.
Dengan data preferensi pemilih selama setahun terakhir ini, Saiful menduga suara pemilih Jokowi akan cenderung ke Prabowo daripada ke Anies Baswedan.
“Itu bisa dilihat dari tren 4 bulan terakhir. Dari Desember 2021 ke Maret 2022. Prabowo mengalami kenaikan, dari 22,4 persen menjadi 26,3 persen. Sementara Anies cenderung statis,” jelas Saiful.
Menutup penjelasannya, Saiful menambahkan, sampai saat ini belum muncul nama lain di bursa calon presiden 2024.
“Itu kenapa kita pilih tiga nama ini, karena tiga ini yang paling kompetitif. Sementara yang lain masih nol koma,” katanya. (*/Faqih)