Viral Jamu Beralkohol Dibagikan di Jalur Mudik, MUI Sebut Lebih dari 0,5 Persen Termasuk Khamr

JAKARTA – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM) menyampaikan keprihatinan mendalam terkait pembagian gratis jamu dengan kadar alkohol lebih dari 10 persen di beberapa titik rute mudik Lebaran.
LPPOM mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih produk konsumsi selama perjalanan.
Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menegaskan bahwa berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol, minuman yang mengandung alkohol minimal 0,5 persen tergolong sebagai khamr.
“Minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0,5 persen tergolong sebagai khamr. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan haram, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak,” ujar Muti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Muti menambahkan, dengan mengacu pada fatwa tersebut, jamu atau minuman tradisional lain yang mengandung alkohol lebih dari 0,5 persen termasuk dalam kategori haram untuk dikonsumsi.
Terlebih, jika jamu dengan kadar alkohol lebih dari 10 persen dikonsumsi oleh pengemudi selama perjalanan mudik, hal ini sangat berbahaya.
Kandungan alkohol tersebut berpotensi menimbulkan efek mabuk yang dapat membahayakan keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan lainnya.
“Jangan tergiur produk gratis dan terkecoh oleh kemasan tradisional atau klaim khasiat yang tidak diiringi dengan jaminan kehalalan. Apalagi jika produk tersebut belum memiliki sertifikat halal resmi dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal),” imbau Muti.
LPPOM juga mengajak para produsen jamu atau minuman tradisional dengan kandungan alkohol tinggi untuk memasarkan produknya secara jujur dengan mencantumkan informasi yang jelas kepada publik.
Sebagai upaya perlindungan konsumen, LPPOM meminta pemerintah untuk menegakkan aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 Pasal 110a. Aturan tersebut mewajibkan pelaku usaha mencantumkan keterangan tidak halal jika memproduksi produk yang berasal dari bahan yang diharamkan.
“Kami mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga ketenangan, keamanan, dan keselamatan selama mudik dengan lebih selektif dalam memilih produk,” tambah Muti.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut menanggapi viralnya pembagian jamu dalam gelas di beberapa posko mudik.
Unggahan tersebut pertama kali dibagikan oleh kreator digital dalam sebuah video pada Rabu (26/3/2025).
Dalam video tersebut, terlihat jamu berwarna coklat bening seperti teh. Disebutkan bahwa jamu seduhan tersebut dibuat dengan campuran satu bungkus jamu, telur bebek atau ayam kampung, satu sloki anggur kolesom merk tertentu, satu sloki beras kencur merk tertentu serta satu sendok madu.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menegaskan bahwa produk Anggur Kolesom maupun Beras Kencur dengan merek yang ada di video tersebut mengandung alkohol lebih dari 14 persen.
Dengan kadar tersebut, minuman ini sudah termasuk kategori khamr yang diharamkan dalam Islam.
“Jika kandungannya itu melebihi atau 0,5 persen ke atas, maka itu sudah kategori khamr. Dan khamr adalah dilarang atau hukumnya haram untuk dikonsumsi,” ujar Kiai Miftah kepada MUIDigital, Kamis (27/3/2025).
MUI mengimbau umat Islam yang melakukan perjalanan mudik untuk berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman.
MUI juga menegaskan pentingnya memilih produk yang sudah memiliki label halal. Selain itu, Miftahul Huda meminta aparat berwenang untuk menertibkan pihak-pihak yang secara sengaja mengedarkan minuman beralkohol tanpa pengawasan di tempat umum, termasuk di rest area yang ramai pemudik.
“Jika ada minuman beralkohol yang dijual bebas di rest area atau tempat ramai lainnya dengan label jamu, hal ini menyesatkan dan dapat menjerumuskan masyarakat dalam mengonsumsi produk haram. Ini perlu ditindak tegas,” tegasnya. (*/Kompas)
