Mengilmiahkan Allah, Antara ilmu dan Kepercayaan

Kpps cilegon

 

Oleh: Irkham Magfuri Jamas, S.E.
Mahasiswa Pascasarjana UIN SMH Banten

Apa itu ilmiah?

Apa itu Allah?

Bisakah mengilmiahkan Allah?

begitu kira-kira rumusan pemikiran diskursus yang dipantik guru gembul.

Saya akui, pak Guru gembul berani sekali membuat terobosan diskursus yang pastinya sangat “agak laen” ini dan cenderung diskursus pinggir jurang.

Saya pribadi belum berani membahas diskusi seperti ini di luar forum HMI. Karena butuh konsistensi pemberian pemahaman bagi lawan diksisi. Sebab kelewat dikit aja bisa ateis forever breeedddd v:

sebelum lanjut baca, coba renungi dan jawab pertanyaan diatas secara individu. lalu lanjut baca kebawah supaya titik kritis kawan-kawan sekalian terpantik. bbuussshh menyala abangkuuhh!!

Oke Neexttt, lets make it simple. ilmiah secara bahasa menurut KBBI adalah bersifat ilmu atau secara ilmu pengetahuan atau memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan.

Nah ada kata ilmiah, ilmu dan kaidah ilmu. Maka muncul pertanyaan berikutnya: Apa itu ilmu? apa itu pengetahuan? apakah sama ilmi dengan pengetahuan? Jawabannya tentu tuntas dibahas pada materi ke-2 ‘wawasan ilmu’. Ilmu berbeda dengan pengetahuan. Ilmu merupakan metode sedangkan pengetahuan merupakan data atau sesuatu yang diketahui. Ilmu itu sesuatu yang diketahui melalui proses penelitian yang dapat diuji secara empiris dan logis.

Nah itu dia kata kuncinya. Kunci dari pertanyaan 1. Berarti ilmiah sendiri adalah ilmiah adalah harus memenuhi kaidah yang empiris, logis dan melalui proses penelitian dengan metode penelitian.

Bagi yang sudah S1 tau dong apa metode penelitian yang beredar sejauh perkembangan perkembangan hidup manusia.

Pasti jawaban secara garis besar ya metode kualitatif, metode kuantitatif dan mix method (metode campuran). Nah untuk melahirkan ilmu pasti muter² disitu terus. Bahkan ilmu tauhid pun yang di ahas ya tentang mengesakan tuhan.

Protokol Cilegon Maulid

Jadi sampe sini udah jelas lagi, ilmu pengetahuan tak mungkin bisa menjangkau Allah.

loh? emang iya? bukannya untuk mengenal Allah kita butuh ilmu?

nah, sekarang kita masuk bahasan berikutnya. Apa itu Allah?

Setelah menanyakan pertanyaan ini ratusan kali pada forum² LK1 pasti fenomenanya sama. Ada yang jawab tuhan, ada yang jawab mahakuasa, ada yg jawab maha pencipta, dst. Tapi kebanyakan ketika diuji kembali tentang jawabannya tersebut mereka bingung tujuh keliling. Padahal yang ditanya ini muslim loh. pertanyaan simpel seperti: “Kok definisi tentang Allah dari jawaban teman² beda-beda ya? apakah Allah yg dimaksud ini satu atau ada banyak Allah? karena jawabannya ga sama.” Mereka bingung. Lalu ditimpa pertanyaan, “Kamu jawab itu dasarnya apa?” lalu mereka bingung lagi. meski ada juga sih yang jawab atas dasar yang diajarkan oleh ortu. Nah itu dia poinnya.

Manusia tak mungkin  bisa mendefinisikan Allah selain dari pernyataan Allah sendiri. Allah sudah jelas kan memperkenalkan dirinya, “Qul huwa Allahu ahad, Allahusshamad, lam yalid walam yulad, walam yakun lahu kufuan ahad.” anak bayi juga hafal kayanya, cuma orang dewasa belum tentu paham surat ini, surat yang meskipun penulis tak beri catatan kaki semua muslim juga tau kali itu surat apa.

Dari kata kunci ‘hanya Allah yg mampu memperkenalkan dirinya sendiri’ & perkataannya bahwa dirinya tidak serupa dengan apapun. kita bisa kerucutkan: Allah tak mungkin diilmiahkan. Karena proses ilmu atau metode melahirkan ilmu harus bisa diindra, bisa dihitung dengan satuan skala atau presentasi, nah ini ada entitas atau zat yang tak menyerupai apapun. lantas bagaimana cara mengukur nya?

Maka dari itu saya sedikit mengutip perkataan kakanda M. Zakiul fikri dalam buku nya yang berjudul “Dibawah Naungan Khittah Perjuangan HMI” dia membedakan antara keyakinan dengan kepercayaan. Dimana keyakinan sendiri dimaknai sesuatu yang diyakini tanpa melalui panca indra, sedangkan kepercayaan adalah sesuatu yang dipercaya dengan perantara panca indra.

Nah Masalahnya ilmu dengan kepercayaan itu beda. Gampangnya gini, saya yakin besok bisa makan. Ya itu sebatas rasa yang ada dalam internal diri meskipun ga bisa dibuktikan karena hari esok itu adalah misteri. atau seperti doa, kita berdoa karena ada keyakinan dan tak ada kepastian bagaimana doa itu naik, dan tertuju bahkan sampai serta dijawab.

Beda halnya dengan percaya, saya percaya laut itu asin karena ada proses empiris dan historis bahwa air laut memang asin. atau saya percaya kalau saya makan saya akan kenyang.

Jadi kesimpulannya saya ikut kata Cak Nun. Ilmu itu adalah kendaraan menuju Allah. Sedangkan untuk bertemu dengannya kita harus menginjak-injak ilmu itu dan meletakkannya dibawah telapak kaki kita sehingga yang tersisa hanyalah kepercayaan padanya.

Beruntunglah kita semua yang diberi nikmat Iman (keyakinan) dan Islam (Keselamatan)

Allahumma inna nas’aluka taubatannasuha qablal maut.

Allahummarzuqna husnul khotimah.

ya muqallaibal qulub, tsabbit qalbina ‘aladdinik. ***

Bawaslu serang
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien