SEBAGAI Kota yang menyandang predikat ibu kota Provinsi Banten, sudah selayaknya seluruh elemen masyarakat bahu membahu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Serang yang masih cukup rendah capaiannya dalam 10 tahun lebih keberadaannya, statusnya masih dalam taraf perlu upaya keras. Beban moril itu harusnya tertanam kuat dalam diri kaum terpelajar, akademisi, tokoh agama dan politisi.
Di alam demokrasi sekarang ini, kejujuran dan amanah menjadi barang langka. Apalagi jika berbicara politik, meski sudah diatur sedemikian rupa, tetap saja politik yang licik dan tidak mendidik dilakukan justru oleh tokoh-tokoh politik dan orang-orang terdidik. Padahal bukan hanya negara, agama Islam yang menjadi agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Kota Serang dengan tegas dalam salah satu hadits Rasulullah disampaikan bahwa “Barang siapa yang menyuap dan disuap, maka keduanya sama-sama masuk neraka”. Maka, jika kita melakukan suap menyuap, termasuk menyuap harga diri masyarakat untuk memilih salah satu calon, apakah bisa dikatakan mereka pemimpin yang beriman dan taat terhadap ajaran agama yang dianutnya?
Bermain politik uang (Money Politic) adalah perbuatan yang mencederai demokrasi itu sendiri, yang begitu nyaring dibunyikan, bahwa demokrasi itu harus bersih, bebas dari perbuatan-perbuatan yang mencederai demokrasi itu sendiri.
Dalam aturan Pemilu/Pilkada yang begitu jelas terpampang di Baligho pasangan calon, di media-media sosialisasi KPU dan yang lainnya di nyatakan bahwa siapapun calon yang melakukan politik uang, maka ganjarannya adalah pidana penjara 6 bulan, denda Rp 1 miliar, bahkan bisa didiskualifikasi dari pencalonan.
Jelas, negara pun tak ingin ada permainan money politic dalam memilih pemimpin, mulai dari yang terbawah sampai level pemilihan presiden. Lantas, kenapa money politic masih begitu leluasa bertebaran dan berkeliaran, apalagi menjelang hari pemilihan? Bisa jadi karena kurangnya pengawasan dari yang memiliki kewenangan, karena tak ketahuan, karena masyarakat juga takut untuk melaporkan dan yang paling parah adalah karena oknum politisi dan oknum pendukung yang bermental rendah, menebar recehan dan memberanguskan semangat demokrasi bahkan bisa dikatakan sebagai pengkhianat demokrasi.
Maka, sekarang kuncinya ada di masyarakat. Kita harus cerdas menilai mana pemimpin yang ingin memperbaiki daerahnya, mana pemimpin yang ingin mengubah wajah daerahnya ke arah yang lebih baik, mana pemimpin yang hanya ingin mempertahankan kekuasaan, mana pemimpin yang sakit hati dan ingin merebut kekuasaan.
Kuncinya ada di kita, masyarakat yang ingin perubahan, maka mari kita persilahkan para oknum itu bermain politik uang atau money politics, mari kita persilahkan mereka menebar recehan, tapi di bilik suara, jangan sampai suara kita terbeli oleh recehan tersebut. Pilih pemimpin sesuai dengan hati nurani kita sendiri, para pelaku money politics silahkan lakukan demokrasi buruk tersebut, tapi ingat konsekuensi harus siap ditanggung, penjara 6 bulan dan denda Rp 1 miliar menunggu. Calon anda pun menunggu untuk didiskualifikasi dari pencalonannya.
Money politics silahkan dilakukan, namun jangan menangis jika jeruji besi menjadi tempat tinggal, denda menanti anda dan calon anda berakhir sia-sia.
Pilkada Serentak tahun 2018 ini menjadi yang paling rawan politik uang karena waktu pemilihannya dilakukan setelah lebaran, yang pada malam takbiran bisa jadi uang tersebut berubah menjadi daging kerbau dan sapi, bandeng kiloan, baju baru lebaran, dan ampop THR gadungan. Isinya berbeda, tapi nilainya sama memberangus kecerdasan dan memelihara kebodohan.
Kalau sudah begini jangan berharap kotanya maju, yang ada, perut penguasalah yang semakin maju.
Semoga aparat yang berwenang, dan Panwaslu Kota Serang mampu melakukan pengawasan dengan maksimal dan sudah merancang strategi jitu menghadapi situasi ini, tegas dalam tindakan dan sanksi sesuai amanat undang-undang.
Masyarakatpun semoga tak mau dibeli hati nurani dan harga dirinya dengan uang recehan atau sembako bungkusan dan berani melaporkan jika ada pelanggaran. Karena sesungguhnya kemajuan Kota Serang ini, kita sendiri yang menentukan.
Money politics silahkan, namun tanggung akibatnya (***)
*) Oleh: Mokhlas Pidono, Masyarakat Kota Serang