Realitas Kebebasan Perempuan dalam Perkawinan Anak di Pandeglang

Kpps cilegon

 

Nazira Aulia Az-Zahra, Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan Unila

Perkawinan pada usia anak atau yang biasa dikenal dengan pernikahan dini tentu saja tidak asing dibahas jika menyangkut sebagai masalah utama di Pandeglang.

Pandeglang menjadi daerah kedua tertinggi dengan kasus pernikahan dini dengan persentase sebesar 49,52% menurut data statistik Provinsi Banten.

Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Pandeglang melaporkan bahwa faktor yang mendominasi dan melatarbelakangi kasus di Pandeglang ialah ekonomi dan budaya.

Fakta menariknya perempuan di Pandeglang sudah dapat menentukan kebebasan dalam melakukan perkawinan sejak memasuki usia 16 tahun.

Tentunya hal ini terlihat sangat sulit untuk usia yang terbilang masih muda, tetapi fakta dibalik itu banyak pertimbangan dan harapan luas yang diharapkan perempuan di Pandeglang ketika memutuskan untuk melakukan perkawinan dengan harapan pilihan yang dipilih tidak salah dan dapat membentuk keluarga yang baik.

Nuryati menggambarkan fakta yang terjadi di Pandeglang mengenai praktik perkawinan pada usia anak merupakan hal yang biasa terjadi dalam lingkungan di Pandeglang khususnya pada daerah pedesaan.

“Jadi saya mah nikah tuh emang maunya saya sendiri, gak ada kepaksaan kaya gimana dari orang tua apalagi di sini nikah umur segini udah biasa ga bakal diomongin sama orang-orang di kota gitu ya diomongin aneh-aneh gitu, terus kan udah gitu emang saya punya pacar ya sama suami saya yang sekarang jadi ya udah bilang aja mau nikah gitu. Makanya orang tua saya seneng aja dan ngedukung pas saya bilang mau nikah jadi kan keluarga udah gak ada tanggung jawab.” ujar warga Desa Kadumantung, Kecamatan Karang Tanjung, Pandeglang.

Kebebasan yang dimiliki oleh perempuan di Pandeglang berakar karena adanya kesiapan dalam dirinya untuk melakukan perkawinan, siap yang dimaksud adalah secara lahir dan batin. Terlebih lingkungan yang mendukung.

“Gadis di sini umur 15 tahun udah harus pinter semuanya, pinter ngurus rumah, bisa masak. Jadi pas, udah pantes buat menikah karena udah bisa ngurus rumah.” ungkap Ani.

Tanggapan lain dibagikan oleh Ana Sofia mengenai pilihan yang diambil untuk melakukan perkawinan yang terjadi di Pandeglang dalam perspektif perempuan.

“Saya kemauan sendiri, awalnya bilang ke orang tua mau nikah terus orang tua mah senenglah anaknya ada yang mau gitu ya biar ga jadi perawan tua diem aja di rumah. Akhirnya nikah sama pacar, itu kita ya sama-sama setuju aja orang tua dua-duanya juga setuju jadi ya udah gitu akhirnya nikah.” ujarnya.

Realitas yang terjadi di Pandeglang bahwa pernikahan dini tidak melulu terjadi karena paksaan.

Terbukti bahwa pernikahan ini terjadi karena kemauan diri sendiri, dan kesiapan yang telah dipersiapkan seperti bisa melakukan urusan rumah tangga sejak kecil. ***

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien