RUU KUHAP dan Masa Depan Peradilan Pidana di Indonesia
Oleh: Bima Guntara, Dosen Hukum Universitas Pamulang
Berbicara mengenai RUU KUHAP saat ini menjadi penting dan mendapatkan perhatian khusus baik akademisi maupun praktisi, karena di 2 Januari 2026 KUHP Nasional sudah mulai diberlakukan sehingga hukum acara atau hukum formil harus dilakukan pembaharuan agar bisa mengcover berbagai macam kebutuhan yang ada pada hukum materil.
Hukum itu merupakan sesuatu yang sangat luas, karena hukum itu mengatur seseorang masih berada dalam kandungan ibu sampai masuk ke liang lahat pun diatur oleh hukum.
Didalam hukum itu ada yang namanya legitime portie jadi hak janin dalam kandungan itu dilindungi oleh hukum dengan legitime portie itu tetapi orang yang sudah mati pun masih dilindungi oleh hukum karena itu dalam KUHP ada pasal yang mengatur mengenai pencurian mayat.
Maka dari itu fungsi hukum pidana itu ada 3 yang pertama melindungi kepentingan individu, kedua melindungi kepentingan masyarakat, dan ketiga melindungi kepentingan negara.
Paradigma hukum pidana yang berdasarkan keadilan retributive dimana hukum pidana dijadikan lekstalionis atau hukum balas dendam sudah berubah ke paradigma hukum pidana modern yang bersifat universal yang tidak lagi berbicara mengenai keadilan retributive tetapi berbicara mengenai keadilan korektif, keadilan restorative, dan keadilan rehabilitative.
Keadilan korektif ini melekat pada diri pelaku kejahatan artinya ada sanksi tegas terhadap pelaku pidana, tetapi disisi lain ada keadilan restorative miliknya korban artinya bukan pembalasan tetapi dipulihkan. Sedangkan keadilan rehabilitative itu dimiliki oleh pelaku dan korban artinya bahwa ketika menjadi pelaku tidak hanya dihukum tetapi di rehabilitasi dan juga ketika menjadi korban tidak hanya dipulihkan tetapi juga direhabilitasi.
KUHAP mengatur proses peradilan pidana di Indonesia berbeda dengan KUHP yang mengatur soal tindak pidana. KUHAP berfokus ke cara-cara criminal law enforcement atau prosedurnya, aturan ini jadi dasar hukum bagi kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta aparat penegak hukum lainnya untuk melaksanakan wewenangnya.
Ibarat sepak bola KUHP itu the rule of game, sedangkan KUHAP itu wasitnya. Sehingga secara garis besar KUHAP menentukan siapa yang boleh melakukan apa, kapan tindakan hukum boleh dilakukan, dan gimana caranya supaya prosesnya adil.
Hukum acara pidana harus berpegang terhadap prinsip yaitu lex scripta (hukum harus tertulis), lex certa (hukum harus jelas tidak ambigu), lex stricta (tidak boleh ditafsirkan secara analogi). Filosofis hukum acara pidana itu sama sekali bukan untuk memproses orang yang melakukan tindak pidana akan tetapi mencegah dan melindungi individu dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum sehingga tidak terjadi abuse of power dan lebih mengedepankan due process model.
Di dalam hukum acara pidana ada yang namanya sunrise principal dan sunset principal.
Apa itu sunrise principal ketika seseorang diduga melakukan kejahatan maka secepat mungkin aparat bertindak untuk di proses dan memperoleh kepastian hukum.
Tetapi harus ada sunset principal yaitu penghentian penyidikan, jadi ketika tidak ditemukan bukti maka penyedikan harus dihentikan. “in criminalibus probantiones beden eseluse clariores” didalam perkara pidana bukti-bukti harus lebih terang daripada cahaya.
Kita yang mempelajari hukum sering kali berkata Procedure is the heart of the law bahwa prosedur itu adalah jantungnya hukum.
Di semua cabang kekuasaan selalu ada prosedur termasuk judikatif antara lain dalam bentuk hukum acara. Dan mengapa prosedur itu penting karena tanpa prosedur yang baik maka tujuan hukum itu tidak bisa tercapai. Dan prosedur itu selalu mempertanyakan apa yang disebut dengan fairness atau keadilan.
Sistem peradilan pidana harus dipandu oleh etika, sebab tanpa etika maka peradilan pidana akan menjadi kekerasan yang diformalkan oleh negara.
Albert Camus, filsuf dan penulis besar abad ke-20, dengan tegas menyatakan bahwa manusia tanpa etika ibarat binatang liar yang dilepaskan ke dunia.
Maka dari itu berhati-hatilah dalam mengimplementasikan hukum acara pidana itu, kalau memang bersalah hukumlah seberat-beratnya, kalau memang tidak bersalah dan timbul keragu-raguan maka bebaskanlah. Karena lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.
Lex nemini operator iniquum neminini facit injuriam bahwa hukum tidak akan memberikan hukuman atas ketidakadilan kepada yang tidak melakukan kesalahan.
Oleh karena itu kita harapkan bersama bahwa dengan pembaharuan KUHAP ini diharapkan dapat mencerminkan keadilan prosedural dimana perlindungan hak tersangka seperti hak atas pendampingan hukum, akses terhadap advokat, dan pembatasan waktu penahanan, kemudian keterbukaan dan transparansi bahwa proses hukum acara pidana harus lebih terbuka dan transparan agar masyarakat dapat mengawasi jalannya peradilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan, lalu keadilan substansial yang berarti bahwa putusan pengadilan harus adil dan sesuai dengan fakta dan bukti yang ada, juga peran lembaga peradilan untuk memastikan independensi dan efektivitas peradilan, serta penyelarasan dengan KUHP Nasional yang menekankan pada restorative justice, rehabilitatif, dan berorientasi pada pemenuhan hak asasi manusia.
Keberhasilan system peradilan pidana bukan seberapa banyak kasus atau perkara yang ditangani dan diungkap, melainkan bagaimana system peradilan pidana itu dapat mencegah terjadinya kejahatan. ***
