Satu Hal Islam Bukan Agama, Melainkan Sebuah Sistem Tata Kelola Kehidupan

PWI Peduli

Benz Jono Hartono, Praktisi Media Massa

Di tengah dunia modern yang gemar menyederhanakan segala hal ke dalam kotak-kotak sempit, Islam kerap direduksi hanya sebagai “agama”, sekadar urusan ritual, ibadah personal, dan hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan.

Padahal, penyempitan makna ini justru mengaburkan hakikat Islam itu sendiri. Islam sejak kelahirannya bukan sekadar agama dalam pengertian Barat modern, melainkan sebuah sistem tata kelola kehidupan yang utuh, menyeluruh, dan terintegrasi.

Islam Dari Aqidah Menuju Peradaban

Islam berangkat dari aqidah tauhid, namun tidak berhenti di sana. Aqidah melahirkan syariat, syariat membentuk akhlak, akhlak menata individu, individu membangun masyarakat, masyarakat melahirkan peradaban.

Inilah arsitektur besar Islam, sebuah way of life yang mengatur manusia sejak bangun tidur hingga bagaimana negara dikelola.

Di dalam Islam, ibadah ritual seperti shalat dan puasa bukan tujuan akhir, melainkan fondasi disiplin spiritual untuk menopang keadilan sosial, kejujuran ekonomi, dan tanggung jawab politik. Islam tidak memisahkan masjid dari pasar, tidak memisahkan mihrab dari ruang publik.

Sistem Hukum dan Keadilan

Islam menghadirkan sistem hukum yang berakar pada keadilan substantif, bukan sekadar legalisme prosedural. Prinsip maqashid syariah, menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan, menunjukkan bahwa hukum Islam dirancang untuk melindungi kehidupan, bukan mengekangnya.

Dalam perspektif ini, hukum bukan alat kekuasaan, melainkan instrumen kemaslahatan.

Sumber rujukan utama Islam, Al-Qur’an, berbicara tentang keadilan, amanah, larangan eksploitasi, serta kewajiban menegakkan kebenaran bahkan terhadap diri sendiri. Ini bukan sekadar teks spiritual, melainkan konstitusi moral bagi kehidupan bersama.

Tata Kelola Ekonomi Anti Eksploitasi

Islam menawarkan sistem ekonomi yang menolak riba, menentang penimbunan, dan mendorong distribusi kekayaan melalui zakat, infak, dan wakaf. Ekonomi Islam bukan sekadar “ekonomi syariah” berlabel halal, melainkan ekonomi etis yang menempatkan manusia di atas modal, dan kesejahteraan publik di atas akumulasi segelintir elite.

Dalam sistem ini, kekayaan bukan hak absolut, melainkan amanah. Pasar diatur oleh etika, negara berfungsi sebagai penjaga keadilan, dan masyarakat menjadi pengawas moral.

Politik dan Kepemimpinan

Islam memandang kekuasaan sebagai amanah, bukan privilese. Kepemimpinan dalam Islam dituntut untuk adil, transparan, dan berpihak pada yang lemah. Prinsip syura (musyawarah) menegaskan bahwa partisipasi publik adalah keniscayaan, bukan hadiah dari penguasa.

Teladan paling konkret dari sistem ini tampak pada praksis kenabian dan kenegaraan yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, di mana hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, minoritas dilindungi, dan kritik diterima sebagai bagian dari kontrol sosial.

Islam dan Modernitas

Menuduh Islam tidak kompatibel dengan modernitas adalah kekeliruan historis. Justru, krisis modern, ketimpangan ekonomi, kerusakan lingkungan, dehumanisasi politik, lahir dari sistem yang memisahkan etika dari kekuasaan dan spiritualitas dari kebijakan publik. Islam menawarkan sintesis, iman yang rasional, hukum yang beretika, dan kekuasaan yang bertanggung jawab.

Penutup
Mengembalikan Islam ke Makna Aslinya

Menyebut Islam hanya sebagai agama adalah penyederhanaan yang menyesatkan. Islam adalah sistem tata kelola kehidupan, mengatur cara berpikir, cara bekerja, cara bermasyarakat, hingga cara bernegara. Ketika Islam direduksi menjadi urusan privat, yang diuntungkan bukan umat manusia, melainkan sistem-sistem eksploitatif yang takut pada keadilan komprehensif.

Maka, memahami Islam secara utuh bukanlah ancaman bagi dunia, melainkan harapan bagi peradaban yang sedang kehilangan arah. ***

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien