Pengamat: Peserta Pemilu Harus Jaga Budaya Politik Santun

PANDEGLANG – Menjelang pesta demokrasi yang akan digelar 2019 mendatang, para peserta pemilihan umum (Pemilu) mulai bergerak untuk menarik simpatik masyarakat, dengan berbagai cara dari masing-masing peserta Pemilu tersebut. Bahkan tidak sedikit pula, kelompok masyarakat atau tim dari tiap calon mengkampanyekan jagoannya, baik melalui media sosial (medsos) maupun yang lain. Akan tetapi, budaya politik yang santun harus tetap dijaga dan dapat memberikan pendidikan politik yang baik terhadap masyarakat.

Melihat perkembangan politik saat ini, Pengamat Politik dari STISIP Banten Raya Pandeglang, Ahmad Toni mengaku, berbagai cara banyak dilakukan oleh peserta untuk menarik simpatik masyarakat. Bahkan untuk meraih semua itu, istilah kampanye hitam kerap terjadi, maka dari itu, diharapkan kepada para politisi atau peserta Pemilu, untuk bisa menjaga budaya politik yang santun dan mendidik.

“Konsep budaya politik berpusat pada imajinasi (pikiran dan perasaan) manusia yang merupakan dasar semua tindakan. Cara berpolitik yang santun sangatlah perlu dijaga, agar dapat terselenggaranya Pemilu yang damai dan lancar,” ungkap Toni, saat di temui di lingkungan Kampus STISIP Banten Raya Pandeglang.

Akhir-akhir ini lanjut Toni, salah satu metode kampanye yang banyak digunakan oleh peserta pemilu yaitu media sosial (medsos). Para Caleg kerap menunjukan eksistensinya di medsos untuk meraih simpatik dan dukungan dari masyarakat.

“Dengan cara apapun dalam meraih dukungan masyarakat itu sah-sah saja dilakukan peserta pemilu. Namun budaya politik yang santun dan mendidik itu harus tetap dijaga,” katanya.

Kartini dprd serang

Lanjut Toni, dalam rangka menuju arah pembangunan dan modernisasi suatu masyarakat, maka diharapkan budaya politik dapat membentuk aspirasi, harapan, referensi dan prioritas tertentu dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial politik. Sehingga peran budaya politik santun, bersih dan beretika akan menciptakan masyarakat yang cerdas.

“Tentu moral politik itu harus terus dibangun. Sehingga masyarakat juga akan terus bersimpatik dan partisipasi terhadap Pemilu juga bisa meningkat,” ujarnya

“Pertama, etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan dan rendah hati. Sehingga

Selain itu, perlu dilakukan upaya penanaman suatu kesadaran bahwa politik yang hendak diperjuangkan bukan semata politik kekuasaan, melainkan suatu politik yang mengedepankan panggilan pengabdian demi kesejahteraan masyarakat luas.

“Budaya politik santun, bersih dan beretika ini diperlukan karena dapat membuat para elite politik menjauhi sikap dan perbuatan yang dapat merugikan bangsa Indonesia. Akhirnya, disarankan agar dilaksanakan kembali pendidikan budi pekerti yang merupakan pondasi bagi pelaksanaan Civic Education, agar tercipta generasi yang tidak hanya mau menjadi politisi, namun paham budaya dan etika politik. Dan bisa mengunakan dunia medsos yang sentun. Sehingga tidak saling menghujat,” pungkasnya. (*/Achuy)

Polda