Sambangi DPRD Pandeglang, LMND Pertanyakan Kepastian Hukum Perda Nomor 4 Tahun 2017
PANDEGLANG – Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Pandeglang Menanyakan kepastian hukum Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan daerah nomor 12 tahun 2010, tentang pedoman penyelenggaraan waralaba, pusat perbelanjaan dan toko modern, pada saat audiensi di ruang Komisi I DPRD Kabupaten Pandeglang, Selasa, (8/2/2022).
Kegiatan audiensi ini, dihadiri oleh Ketua Komisi I Endang Sumantri, Anggota Komisi I Candra Anggara Rahmayana, Plt Kasat Pol PP Ali Fahmi Sumanta, Kepala Bidang Perdagangan Diskoperindag Johanes Waluyo, dan Kabid Perizinan DPMPTSP Erik Widaswara.
Pada saat diskusi berlangsung, Ketua LMND eksekutif Kota Pandeglang, Muhammad Abdullah mengatakan kedatangan pihaknya, hanya ingin menanyakan kepastian hukum Perda nomor 4 tahun 2017.
Karena secara filosofis, DPRD menginisiasi Perda tersebut untuk melindungi keberadaan pasar tradisional, pedagang kecil dan menengah di Kabupaten Pandeglang.
“Setidaknya di tahun 2016, terdapat 107 waralaba yang tersebar di Kabupaten Pandeglang. Dengan jumlah di setiap kecamatannya bervariasi, ada yang 6, 8, dan 9. Keberadaan Waralaba saat itu, justru mengancam keberlangsungan hidup masyarakat. Terutama masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan cara berjualan di pasar tradisional dan toko kelontongan. Maka pemerintah melalui inisiasi DPRD menerbitkan Perda nomor 4 tahun 2017,” ungkapnya.
Lanjut Abdul mengatakan, Sampai Tahun 2021 lalu, jumlah waralaba di Kabupaten pandeglang tercatat sekitar 121.
Ia menambahkan dengan 29 waralaba diantaranya telah melanggar Perda Nomor 4 Tahun 2017, perihal jumlah waralaba yang di izinkan berdiri di setiap Kecamatan, dan jumlah tersebut belum termasuk waralaba yang berdiri di pasar tradisional, persimpangan jalan, dan waralaba yang tidak memiliki izin.
“Maka dari itu di tahun 2021 lalu, Pemda dan DPRD sempat berwacana akan menertibkan dan menindak tegas waralaba yang telah melanggar perda demi terciptanya kepastian hukum. Dengan cara merelokasi waralaba yang berbenturan dengan Perda, akan tetapi hampir satu tahun, wacana itu pun belum pernah di realisasikan sehingga terjadinya ketidak pastian hukum, kami menganggap perilaku DPRD dan DPMPTSP yang enggan menegakan Perda, sudah menentang konstitusi dan mengangkangi perundang-undangan yang berlaku,” imbuhnya.
Terakhir, Abdul sempat mengucapkan closing statment sebelum audiensi tersebut berakhir.
“Kalau misalkan Ketua Dewan dan Bapak-bapak sebagai pelaksana yang ada di sini, anggota dewan sebagai kontroling Perda, sangat taat dan patuh kepada konstitusi negara kita, tegakan. Kalaupun misalkan tidak taat dan patuh terhadap konstitusi, silahkan berbuat sesuai kehendak sendiri,” pungkasnya.
Sementara itu, Candra Anggara Rahmayana, yang bertugas memimpin jalannya diskusi pada audiensi tersebut, mengatakan bahwa pihaknya pada kegiatan diskusi bersama teman-teman LMND kali ini, belum dapat mengambil kesimpulan atau keputusan.
Karena harus dipikirkan secara bijak dan cermat. Hal ini berkaitan dengan tenaga kerja yang bekerja di toko modern.
“Minggu depan, kita akan mengagendakan lagi, mengundang kepada narasumber yang lain. Seperti Dinas Ketenagakerjaan, kaum buruh dari bidang waralaba intansinya atau persatuannya, kita akan undang juga. Kalau perlu pelaku usahanya kita juga akan undang juga. Agar tahu proses berjalannya diskusi ini,” ungkapnya usai audiensi.
Terakhir, dirinya mengatakan agenda pertemuan yang akan datang, lebih terkait kepada hasil keputusan yang betul-betul bisa diterima oleh semua pihak. Karena, di sisi lain, DPRD juga bukan sebagai lembaga yang dapat mengambil keputusan, harus berdasarkan keputusan bersama.
“Kami tentunya dari lembaga DPRD khususnya komisi I, dalam hal ini, Kami tetap sepakat dengan penegakan Perda itu memang harus dijalankan, karena itu memang bagian dari tugas kita semua, selaku Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Perizinan dan juga Satpol PP harus menjalankan Perda itu,” ungkapnya. (*/Fani)