Hasil Survey; 61% Orang Tua Tak Ajari Anaknya Shalat dan Mengaji
CIREBON – Sebanyak 61 persen orang tua kurang atau tidak mengajarkan shalat dan mengaji pada anak-anak mereka. Padahal, peran pendidikan agama oleh orang tua terhadap anak-anaknya sangat tinggi.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Abdurahman Mas’ud, saat membuka Seminar Internasional Ulama Perempuan di Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Selasa (25/4/2017). Seminar itu merupakan salah satu rangkaian kegiatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
Abdurahman menjelaskan, fakta itu terungkap dari survey terkait kondisi pendidikan agama dalam keluarga oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan RI pada 2016. Survei tersebut dilakukan terhadap 930 keluarga yang tersebar di 16 kabupaten/kota di lima provinsi, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.
“Dimungkinkan bisa jadi orang tua memasrahkan putra/putrinya belajar mengaji kepada lembaga TPA/TPQ dan ustaz, meskipun kemampuan mereka dalam membaca Al-Qur’an tinggi,” kata Abdurahman.
Abdurahman menambahkan, dalam menginternalisasikan pendidikan agama Islam pada anak, orang tua memiliki strategi melalui pengenalan, pembiasaan dan keteladanan. Dari tiga indikator strategi orang tua terhadap anak dalam menginternalisasikan nilai pendidikan agama Islam, diperoleh skor yang tinggi (signifikan), baik dilihat dari strateginya maupun hubungannya dengan ekonomi, pendidikan dan usia responden.
“Karena itu dapat diartikan bahwa peran pendidikan agama dari orang tua terhadap anak-anaknya sangat tinggi,” tegas Abdurahman.
Namun demikian, terdapat temuan yang menarik bahwa sebanyak 60 persen orang tua tidak memperhatikan apakah anaknya sudah melaksanakan shalat atau belum. Padahal, shalat adalah pondasi utama yang mempunyai pengaruh yang baik untuk membentuk akhlak anak dan nation at large.
Abdurahman mengungkapkan, pendidikan agama bagi anak-anak pada keluarga merupakan pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh dari orang tua. Pasalnya, anak merupakan anugerah sekaligus amanat dari Allah SWT kepada orang tua.
Abdurahman menambahkan, setiap anak juga mempunyai kedudukan yang vital di tengah keluarga, masyarakat, dan bangsa. Tak hanya sebagai perhiasan hidup bagi keluarga, anak-anak juga merupakan estafet khalifah fil ardh.
“Pendidikan agama pada anak sejak usia dini memegang peranan dalam pembinaan kepribadian anak, pengembangan potensi yang dibawanya sejak lahir, serta upaya mempersiapkan generasi yang sempurna di dunia dan akhirat,” tegas Abdurahman.
Sementara itu, terkait ulama perempuan, Abdurahman menyatakan, ulama perempuan di Indonesia saat ini memiliki peran yang beragam dari mulai ke-Islaman, kebangsaan dan kemanusiaan. Peran ke-Islaman ulama perempuan bisa dilihat dari keterlibatan mereka dalam dunia intelektual Islam Indonesia.
Dalam bidang kebangsaan, ulama perempuan mendorong santri di pesantren untuk selalu mencintai negara. Sedangkan bidang kemanusiaan yang digarap oleh ulama perempuan seperti misalnya menangani pengguna narkoba, perdagangan manusia dan korupsi.
Seperti diketahui, Seminar Internasional Ulama Perempuan merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia. Seminar tersebut menghadirkan para ulama dari berbagai daerah di Indonesia dan sejumlah negara. (*)
Sumber: Republika