Tren Menghafal Al-Qur’an di Indonesia Makin Berkembang Pesat
JAKARTA – Semangat menghafal Al-Qur’an di Indonesia makin menjadi ketika diselenggarakannya Musabaqah Hifzul Quran pada 1981. Musabaqah tersebut menjadi pemicu minat menghafal Alquran.
DR H Ahmad Fathoni Lc MA dalam artikelnya “Sejarah dan Perkembangan Pengajaran Tahfidz Alquran di Indonesia” menyebutkan, Pesantren Krapyak milik KH Muhammad Munawwir merupakan perintis pembelajaran tahfiz di Indonesia. Pesantren yang berlokasi di Yogyakarta tersebut membuka kelas khusus santri hafizul Quran pada 1900-an, yaitu era sebelum merdeka.
Munawwir pun membuat sebuah metode pengajaran Alquran agar santri dapat mudah menghafal kitabullah. Hampir seluruh pesantren Alquran di Jawa mempraktikkan metode pembelajaran Alquran yang dikembangkan Munawwir tersebut. “Sumbangsih KH M Munawwir dalam pelestarian Alquran di Indonesia sangat besar,” ujar Fathoni.
Sejak dibukanya kelas tahfizul quran di Pesantren Krapyak, masyarakat pun kemudian mulai tertarik untuk menghafal Alquran. Pesantren lain pun kemudian membuka kelas yang sama. Menghafal Alquran mulai dipelajari khusus dengan serius.
Menurut Fathoni, eksintensi tahfizul Quran di Indonesia makin semarak saat memasuki era Kemerdekaan 1945 hingga Musabaqah Tilawatil Quran 1981. Lembaga tahfizul Quran mulai bermunculan di periode tersebut. Di antara lembaga tersebut yakni di kalangan pesantren seperti Pesentren Al ‘Asy’ariyah Wonosobo, Jawa Tengah, milik KH Muntaha dan Pesantren Yanbu’ul Quran yang didirikan oleh KH M Arwani Amin Said.
Terdapat pula perguruan tinggi pencetak hafizul Quran seperti Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta dan Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta. Keduanya menawarkan program sarjana serta magister dan didirikan oleh Prof KH Ibrahim Hosen.
“Perkembangan pengajaran tahfizul Quran di Indonesia pasca-MHQ 1981 boleh diibaratkan bagaikan air bah yang tidak dapat dibendung lagi. Kalau sebelumnya hanya eksis dan berkembang di Pulau Jawa dan Sulawesi, maka sejak 1981 hingga kini hampir semua daerah di nusantara, kecuali Papua, hidup subur bak jamur di musim hujan dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, baik dalam format pendidikan formal maupun nonformal,” ujar Fathoni.
Pembelajaran tahfizul Quran pun terus marak hingga di zaman modern sekarang ini. Saat ini bahkan hampir di seluruh kota besar di Indonesia memiliki banyak sekolah tahfizul Quran. Sebut saja Darul Quran milik Ustaz Yusuf Mansur. Programnya sangat banyak dan cabangnya tersebar di Tanah Air. Belum lagi sekolah-sekolah kecil yang tersebar di mana-mana.
Maraknya sekolah tahfizul Quran saat ini mesti dibarengi kualitas serta pemahaman yang baik. Alangkah sempurnanya jika para hafiz dan hafizah tak hanya sekadar menghafal Alquran, tapi juga dapat memahami makna dan kandungan di balik firman Allah dengan baik.
Hal tersebut pernah diperingatkan oleh Ketua Lembaga Tadabbur Quran International Syekh Nashir bin Sulaiman al-Umar. Ia mengingatkan agar kaum Muslimin lebih memperhatikan tadabbur Alquran.
Maraknya lembaga-lembaga tahfizul Quran, halaqah tahfiz di masjid-masjid, hingga daurah tahfiz, kata Syekh, merupakan fenomena yang menggembirakan. Hanya saja, pentadabburan kandungan Alquran hendaknya tidak dikesampingkan.
“Sangat disayangkan jika semangat dan antusiasme dalam membaca dan menghafal Alquran tidak disertai dengan semangat yang sama atau mendekati, dalam hal mentadabburi dan memahami Alquran. Kita seringkali menyaksikan ada di antara mereka yang menyempurnakan hafalan Alquran, tapi tidak mengetahui makna dari awal surat yang biasa dihafal oleh yang baru belajar,” ujar Syekh, dikutip Miraj News.
Syekh pun kemudian mengajak semua pihak agar memperhatikan hal tersebut. Seluruh Muslimin, katanya, hendaknya mentadabburi Alquran, baik dengan cara membaca (tilawah) maupun dengan menghafal (hifz). (*)
Sumber: Republika.co.id