SERANG – Serikat Buruh Semen Gresik Group (SGG) yang berafiliasi dengan Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indoneisa (KASBI), menilai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten tidak cepat dan tegas dalam menyikapi pengaduan buruh PT SGG yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak, Selasa (14/11/2017).
PT SGG Prima Beton, yang sekarang beralih menjadi PT Semen Indonesia, berlokasi di wilayah Serang, Tangerang dan Cilegon, melakukan PHK sepihak terhadap 178 pekerjanya.
Baca Juga : Waduh, Fasilitas Towing pada 3 Kapal Tugboat Milik PT PCM Hilang?
Menurut Samirwan, salah satu pekerja dari 178 yang terkena PHK mengungkapkan, Disnaker selalu lamban dalam memproses pengaduan dari buruh. Padahal dalam salinan nota surat yang disahkan oleh PHI (pengadilan hubungan industrial) bahwa mereka statusnya menjadi pemberi kerja di PT Semen Indonesia.
“Awalnya perusahaan melakukan pelanggaran hak normatif seperti pemberian BPJS yang tidak beraturan. Selain itu, status kita juga di outsorching-kan dan diputus hubungan kerjanya. Padahal produk kita itu bukan musiman. Dan kami mencoba menyelesaikan kasus ini dengan musyawarah, akan tetapi tidak ada kesepakatan dan kita menempuh jalur Litigasi,” ujar Sawirman, Rabu (15/11/2017).
Buruh menilai sikap Disnaker terkait kasus PHK buruh PT SGG terlalu lambat.
“Selain itu kita juga telah memenangkan putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dimana perusahaan kalah dalam menggugat semua buruh dalam status kerjanya. Kita dari bulan Januari setiap minggunya selalu ke Pengawasan Provinsi Banten menanyakan perihal kasus ini, sudah sampai mana permasalahannya, akan tetapi pihak pengawasan selalu berkata. Kami dari pengawasan sedang proses kasus ini,” ungkap Sumirwan.
Sedangkan ditempat terpisah, Ubaidilah Kabid Pengawasan Provinsi Banten, membantah bahwa pihaknya lambat dalam menangani kasus pengaduan buruh di PT SGG.
“Kita bukan lamban dalam menangani pengaduan ini, akan tetapi dari pengawasan sudah melayangkan surat kepada perusahaan bahkan sudah diberikan ke Pengadilan. Akan tetapi itikad dari perusahaan untuk menyelesaikan persoalan tersebut terutama status hubungan kerjanya terlebih dahulu diselesaikan. Selain itu, PT SGG tidak hanya di Banten karena kasus ini menyangkut di tiga wilayah, Banten, Jakarta, dan Jawa Barat, tentu ini kebijakannya dari Kantor Pusat. Tentunya tidak sesederhana ini dalam penyelesaian kasusnya harus tahap demi tahap,” ungkap Ubaidillah. (*/Jumri)