Dinilai Melanggar, Masyarakat Mancak Kabupaten Serang Stop Kendaraan Berat Penambang Pasir

 

SERANG – Puluhan masyarakat Kampung Gunung Asem, Desa Mancak, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Banten yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup (MPLH) mencegat dan menyetop satu kendaraan berat yang akan menambang pasir di daerah tersebut pada Selasa (20/12/2022).

Penyetopan tersebut dilakukan oleh dikarenakan penambangan pasir yang akan digalakkan oleh satu alat berat berupa beko itu belum mendapat izin dari masyarakat dan belum ada kordinasi antara pihak penambang dan masyarakat setempat.

“Penyetopan yang kita lakukan itu bukan penyetopan tambang pasirnya, melainkan alat beratnya. Itu kejadiannya tadi malam sekitar jam 1. Beko datang ke Desa Mancak, Kecamatan Mancak tanpa konfirmasi sebelumnya dan belum ada musyawarah dari masyarakat, tiba-tiba saja malam itu datang beko,” kata Agung Wahyudi selaku Koordinator dari Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup (MPLH) kepada Fakta Banten, Rabu, (21/12/2022).

Sebelum penyetopan terjadi, Agung beserta kawan-kawan lain yang merupakan warga setempat sudah menaruh kecurigaan bahwasanya akan ada lagi penambangan pasir yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang dapat merusak alam dan kondisi geografi desa tersebut.

“Kebetulan malam itu memang kawan-kawan lagi pada nongkrong dan sudah lama kawan-kawan was-was atau khawatir kalau di Mancak akan ditambang lagi dan ditambang lagi dan ternyata bener, beko datang malam itu dan akan menambang di bukit yang baru,” jelasnya melalui rekaman suara yang diberi kepada wartawan Fakta Banten.

Alhasil, satu alat berat tersebut dihentikan secara paksa oleh masyarakat lainnya dan kemudian terjadilah percekcokan antara masyarakat dan pihak pendukung penambangan.

“Kedatangan beko kemudian distop sama masyarakat dan pemuda termasuk tokoh yang hadir malam itu. Penyetopan itu, masyarakat meminta agar alat berat itu kembali dibawa ke Cilegon, karena alat itu dari Cilegon, akhirnya terjadi perdebatan antara masyarakat dan dari pihak pendukung penambangnya,” ungkapnya.

Walaupun berlangsung lama, akhir dari perdebatan tersebut beko berhasil ditarik mundur ke Kota Cilegon.

“Perdebatan itu sampai lama, sampai subuh, adzan subuh, itu beko baru bisa terusir dari Desa Mancak,” tuturnya.

Agung juga menjelaskan terkait persoalan tersebut, menurutnya persoalan itu bukan persoalan atau pembahasan baru, melainkan sudah berlangsung sejak lama.

Ia menyanyangkan pihak pemerintah yang sudah sejak lama berkomunikasi dengan MPLH terkait penambangan pasir yang dilakukan agar dihentikan, namun pihak pemerintah terkesan abai.

“Kami sudah banyak sekali berkomunikasi dan berkordinasi dengan pihak pemerintah kecamatan, desa, dan kabupaten. Kami menyanyangkan sikap mereka semua itu terkesan abai. Tidak melaksanakan pekerjaannya melakukan penegakan hukum atau penegakan sesuai dengan aturan berlaku,” tegas Agung.

Diketahui, kata Agung, wilayah Mancak bukanlah wilayah yang bisa ditambang menurut aturan yang berlaku.

“Karena wilayah Desa Mancak itu bukan wilayah yang boleh ditambang, karena merupakan wilayah pertanian, perumahan, perdagangan dan jasa, maka berdasarlah kami menolak tambang itu,” pungkasnya.

Ditambahkannya, awalnya masyarakat sekitar belum memiliki wadah yang dapat berkomunikasi secara efektif kepada pemerintah terkait penambangan yang terjadi, maka dari itu Agung dan kawan-kawan membentuk MPLH atau Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup guna mempermudah audiensinya kepada pemerintah.

“Kami ini sudah cukup lama sebenarnya, karena memang kalau tanpa kelompok agak susah, kemudian kami bentuk lah MPLH,” pungkas Agung. (*/Red)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien