Ini Kata Pengamat Tentang Faktor Kekalahan Vera-Nurhasan di Kota Serang

SERANG – Menanggapi hasil Pilkada Kota Serang 2018 berdasarkan perhitungan real count dan quick count yang menempatkan paslon Syafrudin – Subadri sebagai pemenang mengungguli dua paslon lainnya yakni Vera – Nurhasan dan Syamsul – Rohman.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Atih Ardiansyah menilai, bahwa Pilkada Kota Serang merupakan Pilkada yang paling dinamis di Banten ketimbang Kabupaten/Kota lain yang juga turut menggelar Pilkada Serentak 2018.

“Kota Serang merupakan Pilkada paling menarik di Banten, karena selain sebagai Ibukota Provinsi Banten, heterogenitas kompetitor menjadi alasan lain dibanding Lebak, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, dimana petahana hanya melawan kolom kosong,” ucap Atih kepada faktabanten.co.id, Sabtu (30/6/2018).

Disampaikan Atih, ia menilai bahwa Pilkada Kota Serang merupakan pesta demokrasi yang dewasa dimana ada tiga Paslon yang mengikuti kontestasi.

“Ada tiga Paslon yang bertarung. Salah satu kandidat bahkan maju melalui jalur independent. Ini tentu merupakan sebuah kemajuan. Untuk hal ini, kita mesti menyampaikan apresiasi kepada publik Kota Serang,” bebernya.

Atih pun turut menyoroti kekalahan paslon nomor urut 1, Vera Nurlela – Nurhasan yang dinilainya sebagai sebuah kejutan mengingat Paslon tersebut didukung oleh koalisi terbanyak yakni 8 Parpol (Golkar, Gerindra, PDIP, PKB, Demokrat, PKPI, PBB dan NasDem).

“Kekalahan Vera – Nurhasan tentu menjadi sebuah kejutan. Visi paslon tersebut dengan ‘Menuju Kota Serang Cantik’ nya bisa ditilik dari teori groupthink dari Janis, yang bisa kita lihat dalam bukunya yang berjudul Victims of Groupthink: A Psychological Study of Foreign Decisions and Fiascoes tahun 1972,” ungkapnya.

Dijelaskan Atih, Groupthink adalah mode berpikir sekelompok orang yang kohesif, merasa imun sehingga menyisihkan motivasi mereka dalam melakukan analisis secara mendalam mengenai kekuatan kelompok lain.

“Karena imunitas terhadap potensi kekuatan kelompok lain, aksi-aksi politiknya kurang greget. Kemerosotan efisiensi mental, pengujian realitas dan penilaian moral yang kurang optimal karena terlalu banyaknya tekanan-tekanan didalam kelompok,” terangnya.

“Saya menduga bahwa koalisi yang gemuk itulah yang membuat paslon nomor urut 1 kalah,” lanjutnya.

Kartini dprd serang

Diungkapkan Novelis Banten tersebut, koalisi paslon nomor urut 1 seolah lupa bahwa dalam kontestasi Pilkada menuntut hal paling pokok yang bisa dicerna oleh masyarakat.

“Karena terlampau asyik dengan aneka tuntutan internal, koalisi seolah lupa bahwa dalam kontestasi yang dibutuhkan ialah figuritas atau ketokohan kandidat,” katanya.

Menurutnya, masyarakat tidak menemukan figur yang kuat pada sosok Vera Nurlela yang diusung koalisi 8 Parpol tersebut.

“Vera? Publik hanya tau ia istri dari Haerul Jaman, Walikota dua periode, sebatas itu. Tidak ada kekuatan atau pesona individu yang dipancarkan sosok Vera,” bebernya.

“Mau mendompleng pada sosok suami pun, mohon maaf, Jaman dalam dua periode pemerintahannya tidak terlalu memiliki keistimewaan. Tidak ada hal yang bisa disebut membanggakan dari kepemimpinan Jaman yang bisa dikapitalisasi oleh Vera,” tambahnya.

Begitu pun dengan sosok Nurhasan yang dinilai Atih tidak memiliki nilai jual yang disebutnya tidak banyak menolong kelemahan-kelemahan dari sosok Vera.

“Nurhasan? Tidak ada yang mengenal sosok ini. Ia sama sekali tidak memiliki nilai jual. Kehadirannya sebagai calon wakil tidak menolong kelemahan-kelemahan yang dimiliki Vera,” paparnya.

Atih pun mengkritisi jargon yang digemborkan paslon tersebut dengan ‘Kota Serang Cantik’-nya, yang dirasa tidak ada korelasi dengan kondisi Kota Serang yang dipimpin oleh sosok Jaman selama dua periode.

“Koalisi Parpol tidak mampu memoles dan menjual figur Vera dan Nurhasan. Koalisi cuma fokus pada jargon cantik yang oleh publik tidak ditemukan korelasinya dengan sikon Kota Serang yang sudah dipimpin selama dua periode oleh suaminya. Visi itu cuma berpusar pada sosok Vera yang diasosiasikan sebagai cantik,” jelasnya.

“Bahkan kesemrawutan Kota Serang hasil kerja dua periode Jaman ditunjukkan oleh alam pada H-1 pencoblosan, yakni banjir di beberapa titik Kota Serang. Yang menjadikan situasi itu makin menenggelamkan kata Cantik yang dibawa oleh Vera,” tutupnya. (*/Ndol)

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Atih Ardiansyah / Dok
Polda