Ironi Para Nelayan Karangantu di Hari Nelayan Nasional 2018

DPRD Pandeglang Adhyaksa

SERANG – Peringatan Hari Nelayan Nasional yang jatuh pada hari ini, Jumat (6/4/2018), telah ditetapkan sejak tahun 1960 lalu pada saat Pemerintahan Orde Baru.

Dan hari ini merupakan Hari Nelayan Nasional yang ke-58, diperingati sebagai bentuk apresiasi jasa nelayan Indonesia dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein dan gizi bagi masyarakat Indonesia.

Meski diperingati setiap tahunnya, namun sayang tidak semua daerah merayakannya. Tidak ada gempita, kemeriahan perayaan ataupun festival selayaknya sebuah peringatan, momen itu seolah terlupakan begitu saja.

Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012, tercatat ada sekitar 2,75 juta penduduk Indonesia berprofesi sebagai nelayan. Kendati jumlahnya terbilang besar, masih kurangnya peralatan menangkap ikan yang dimiliki mayoritas nelayan Indonesia menjadi momok tersendiri yang membuat sektor kelautan dan perikanan Nasional sulit berkembang.

Di Banten, khususnya di kampung nelayan di Karangantu, Kota Serang, berdasarkan pantauan faktabanten.co.id, Jumat (6/4/2018), masih banyak nelayan yang tidak mengetahui bahwa hari ini adalah Hari Nelayan Nasional.

Salah seorang nelayan di Karangantu, Supri, mengaku meski sudah lebih dari 10 tahun dirinya berprofesi sebagai nelayan, namun ia tidak mengetahui bahwa hari ini adalah Hari Nelayan Indonesia.

“Saya tidak tau, baru tau saat mas ngomong kalau hari ini adalah hari nelayan,” ujarnya saat ditemui ketika sedang membereskan jaring, Jumat (6/4/2018).

Baginya dan rekan-rekan nelayan yang lain, seolah menjadi tidak penting merayakan Hari Nelayan Nasional, karena bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana menghidupi keluarga ditengah sulitnya keadaan para nelayan terlebih makin sulitnya mencari ikan di laut.

“Sekarang makin susah mas, kalau dulu dipinggir laut saja bisa dapat banyak. Tapi sekarang, ke tengah laut aja belum tentu dapat banyak ikan, paling banter dapat lima sampai lima belas kilo sehari, kadang dapat 1 kilo mas,” lirihnya.

Ia pun sempat mengutarakan harapannya di Hari Nelayan Nasional ini, agar pemerintah lebih memperhatikan nasib nelayan, terutama terkait dengan bahan bakar solar dan kebutuhan lainnya agar diturunkan.

“Solarnya mahal, kebutuhan pokok mahal, tidak sebanding dengan biaya kami untuk melaut. Kalau bisa harga solar menjadi 3000 atau 4000 sesuai dengan kondisi ekonomi kami,” harapnya.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Serang, Didin Samsudin pun menyampaikan bahwa mayoritas para nelayan yang berada di Karangantu sama sekali tidak mengetahui akan adanya peringatan Hari Nelayan Nasional.

“Para nelayan ini kan rata-rata SD aja ga lulus, dan masih tradisional, mereka ga tau soal peringatan hari nelayan, yang mereka tau usaha bagaimana menghidupi keluarganya,” ucap Didin saat ditemui di Sekretariat HNSI Kota Serang, di Kasemen, Kota Serang.

Loading...

Ketidaktahuan para nelayan ini, dikatakan Didin selain karena faktor pendidikan para nelayan, juga disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah.

“Jangankan sosialisasi hari nelayan, ada kejadian di laut saja dinas terkait sangat kurang kepeduliannya,” ungkapnya.

Sejak ditetapkan tahun 1960, para nelayan di Banten, khususnya di daerah Karangantu, Kota Serang, tidak pernah merayakan Hari Nelayan Nasional tersebut.

“Menyikapi hari nelayan itu, para nelayan di Karangantu biasa-biasa saja, belum pernah ada perayaan, kalau hari buruh sering dengar, apalagi kalau hari pahlawan,” kata Didin.

Ia pun meminta kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan para nelayan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup yang kerap dihadapi para nelayan.

“Nelayan itu bagai buah simalakama, apalagi kalau cuaca lagi ekstrim, kalau berangkat takut dengan alam, kalau tidak berangkat anak istri dirumah tidak makan,” tuturnya.

“Pemerintah harus lebih memperhatikan persoalan itu, harus ada solusi dengan memberikan pelatihan kepada para istri nelayan untuk bisa mengelola hasil laut atau membuat kerajinan yang bisa membantu perekonomian keluarganya. Agar ketika cuaca ekstrem dan si suami tidak bisa melaut, masih ada solusi untuk bisa menghidupi keluarganya meski hanya sekedar untuk makan,” lanjutnya.

Didin pun sempat mengutarakan persoalan terkait adanya pendangkalan di perairan Karangantu yang disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir yang ada di wilayah Karangantu, yang dinilai merusak ekosistem laut dan mempersulit para nelayan mendapat ikan.

“Ada pendangkalan di perairan Karangantu akibat penambangan pasir, selain merusak ekosistem laut yang membuat sulit mencari ikan, juga banyak kapal nelayan yang kandas karena pendangkalan itu,” tandasnya.

Sementara itu, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang, Syafruddin sempat memberikan tanggapannya di Hari Nelayan Nasional. Menurutnya, pemerintah harus memberikan kemudahan bagi para nelayan di Karangantu dengan menormalisasi pangkalan-pangkalan perahu dan lalu lintas perahu supaya tidak terjadi pendangkalan.

“Pemerintah juga diharapkan memberikan peralatan untuk menangkap ikan yang memadai bagi nelayan yang tidak mampu. Dan memberikan kemudahan bagi nelayan untuk membeli solar, jangan sampai dikuasi oleh orang-orang yang bermodal,” tutur Syafruddin melalui pesan WhatsApp.

Ketua Ikatan Mahasiswa Seluruh Indonesia, Kiki ditemui di sekertariatnya mengatakan Hari Nelayan Nasional 2018 harus dijadikan sebagai momentum pemerintah dan organisasi nelayan, pembudi daya ikan, dan perempuan nelayan untuk saling bergotong-royong guna mengembalikan kebangkitan perikanan nasional.

“Kami mendesak pemerintah untuk bersikap lebih terbuka dan bergotong-royong dengan organisasi nelayan, perempuan nelayan dan pembudi daya ikan guna memastikan kesejahteraan pelaku usaha perikanan skala kecil,” ujarnya singkat.

Menurut dia, dengan jalan gotong royong itulah, satu per satu masalah di sektor kelautan dan perikanan nasional dapat terpecahkan. (*/Ndol)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien