Tolak Pemkab Klaim Pelabuhan Rakyat Grenyang, Warga: Dishub Arogan

BI Banten Belanja Nataru

SERANG – Masyarakat dan Nelayan Puloampel menolak pengakuan atau klaim Pelabuhan Rakyat (Pelra) Grenyang sebagai lahan dan aset Pemerintah Kabupaten Serang.

Terlebih pelabuhan tradisional yang sudah turun temurun dikelola oleh masyarakat Puloampel khususnya di Desa Argawana dan Desa Pulo Panjang tersebut, kabarnya juga akan dikelola oleh pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Serang.

“Itu tanah adat atau negara yang sudah dikelola oleh masyarakat secara turun menurun untuk melayani penyebrangan warga Desa Pulo Panjang dan masyarakat di Pulau Jawa yang hendak ke Pulo Panjang, jelas kami tolak. Spanduk penolakan akan kami perbanyak lagi,” kata Ketua Aliansi Masyarakat Pesisir Puloampel (AMPP), Agus Sudrajat kepada faktabanten.co.id, Rabu (23/10/2019) malam.

Lebih lanjut, Agus menceritakan historis adanya beberapa kali relokasi Pelabuhan Grenyang seiring dengan banyaknya kepentingan investor di kawasan tersebut.

“Pernah dipindahkan ke Selatan sekitar tahun ’96-an. Saat krisis moneter itulah. Pelabuhan ini yang membangun sarana Pelabuhan Grenyang ini oleh masyarakat, khususnya Desa Argawana,” jelasnya.

“Untuk diakui statusnya, dulu kami pernah audien ke Dishub, katanya boleh asal membuat sarana prasarana untuk instansi-instansi terkait, ruang tunggu, menata ruang dan sebagainya. Kami dapat surat status Pelra (Pelabuhan Rakyat) Grenyang. Makanya ada Pos Polair, KPLP karena masyarakat kooperatif.
Tahun 2017 Pelabuhan Grenyang, Wadas dan Pulo Kali akhirnya diakui oleh Pemkab sebagai pelabuhan rakyat atau nelayan,” bebernya.

Ia melanjutkan, pada tahap relokasi berikutnya, dengan adanya kepentingan investor kini Pelabuhan Rakyat Grenyang berada di posisi saat ini dan terus berjalan dikelola secara swadaya oleh masyarakat untuk melayani penyebrangan dari Argawana ke Pulo Panjang, dan sebaliknya.

Untuk itu, masyarakat Puloampel terkejut karena tiba-tiba muncul pengakuan dari pihak Dishub Kabupaten Serang mengklaim dan akan mengelola Pelabuhan Grenyang tersebut.

Pijat Refleksi

“Tahap relokasi saat ada kepentingan PT. BSU dan kita diberi ganti lahan yang lokasinya masih bertahan sekarang, lokasinya di samping BSU itu. Tapi kenapa ada klaim lahan dan aset Pelabuhan Grenyang akan diambil alih pengelolaannya oleh Dishub Kabupaten Serang, itu disampaikan melalui BKAD,” bebernya.

“Bukan hanya masyarakat Argawana tapi warga Pulo Panjang juga menolak,” tambah Agus, tegas.

Pihaknya berharap beroperasinya Pelabuhan Rakyat Grenyang tetap dikelola oleh masyarakat, karena sudah turun temurun dari para tokoh setempat dan secara swadaya masyarakat membangun sarana pra sarana pelabuhan.

“Harapan kami pengelolaan pelabuhan ini tetap oleh masyarakat, karena ini diprakarsai perjuangan oleh para tokoh dan dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Sah-sah saja mereka mempunyai kepentingan, tapi kami anggap mereka arogan, terburu-buru tanpa kami diajak musyawarah, apalagi ini menyangkut kehidupan masyarakat banyak,” harapnya.

“Emang dasar Dishub apa mengakui Pelabuhan Grenyang ini, Perda kah, Perbup atau apa? Kalau kita jelas historis dan ststusnya Pelabuhan Rakyat,” tandasnya.

Penolakan diambil alihnya pengelolaan Pelabuhan Rakyat Grenyang juga disampaikan Ketua Rukun Nelayan Cikubang Ali yang juga menyatakan sejarah Pelabuhan Grenyang dikelola oleh masyarakat.

“Ya kita juga ikut menolak kalau diambil alih Dishub, karena itu sudah turun temurun masyarakat yang mengelola, masa tanpa membangun sarana pelabuhan tiba-tiba main klaim saja,” ujarnya.

Hingga berita diterbitkan, Dishub Kabupaten Serang belum bisa dikonfirmasi. (*/Ilung)

PJ Gubernur Banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien