Kota dan Kabupaten Tangerang Butuh Kebijakan Pemprov Banten, Soal Berbagi Harta Gono-gini
TANGERANG – Pemisahan wilayah administrasi Kota dari Kabupaten Tangerang masih menyisakan persoalan aset. Pemerintahan dua daerah ini masih saling klaim aset-aset Tangerang yang berada di wilayah Kota Tangerang. Meski sudah otonom sejak 1993, klaim aset baru muncul sejak 15 tahun terakhir.
“Ini sangat mendesak, masalah ini sudah berlarut larut, tidak tuntas tuntas,” kata Walikota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah, Rabu 15 Maret 2017.
Ia mendesak pemerintah Provinsi Banten segera menyelesaikan masalah pembagian harta gono-gini untuk kedua wilayah itu.
Kota Tangerang resmi otonom sejak 1993. Kota Tangerang kemudian membagi wilayahnya menjadi 13 kacamatan dari semula hanya enam kecamatan yakni Batuceper, Benda, Cibodas, Ciledug, Cipondoh, Jatiuwung, Karangtengah, Karawaci, Larangan, Neglasari, Periuk, Pinang, dan Tangerang. Sementara induk kedua wilayah ini: Kabupaten Tangerang, kini memiliki 29 kecamatan.
Kisruh aset mulai muncul ketika Pemerintah Kota Tangerang mengklaim seluruh aset eks kabupaten di kota menjadi haknya berdasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993. Pada tahun 2008 rencana Kota Tangerang memugar stadion tertuanya menjadi convention hall gagal dilakukan. Lantaran status aset itu belum diserahkan oleh kabupaten.
Arief mengatakan penyelesaian aset dua wilayah administrasi ini memerlukan uluran tangan Banten. Soalnya, Pemerintah Provinsi Banten bisa menjembatani sekaligus memberi kepastian aset mana milik Kota dan mana milik Kabupaten.
“Harus ada yang mengarahkan antara dua daerah ini,” kata Arief.
Pemprov Banten, kata Arief, menyarankan penyelesaian yang serupa ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelesaikan sengketa aset antara Banten dan Jawa Barat.
Kota Tangerang berharap gedung dan stadion olahraga Benteng dijadikan aset mereka. Alasannya, Kota memerlukan aset itu sebagai ruang terbuka Kota Tangerang. Sebagai gantinya, Arief siap menyerahkan aset Kota berupa tanah puluhan hektare ke kabupaten.
“Terkait nilai aset ada beberapa elemen. Kalau prosesnya ruislagh bisa dilihat dari nilai, tapi kami bukan melihat nilai tapi lebih kepada lokasi dan fungsinya,” kata Arief.
Menurut Arief, komunikasi dengan Bupati Tangerang Ahmed Zaki lancar. Namun, Arief mengaku khawatir keputusan yang mereka ambil akan bertentangan dengan Pemerintah Provinsi.
“Karena ini menyangkut kewenangan Provinsi Banten.” pungkasnya.
Sementara Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, sudah ada sejumlah pembicaraan mengenai pembagian aset ini. Beberapa aset bahkan sudah dibahas mengenai penyerahannya ke Kota. Pemerintah Kota dan Kabupaten sedang mengukur aset-aset yang dibutuhkan masing-masing.
“Kami juga sudah sepakat dengan Kota Tangerang mengenai pertukaran aset,” kata Zaki.
Badan Pemeriksa Keuangan dan Provinsi Banten bahkan sudah meminta aset gedung pemerintah eks kabupaten, Stadion Benteng, Lapangan Ahmad Yani diserahkan ke Kota.
“Kami juga sudah sepakat dengan Kota Tangerang untuk tukaran aset,” kata Zaki.
Aset-aset tersebut, kata Zaki, akan ditukar dengan tanah TPA Jatiwaringin dan beberapa lahan yang ada di beberapa titik di Kabupaten Tangerang.
Pengelolaan sejumlah aset Tangerang kini masih samar antara Kota dan Kabupaten. Beberapa aset justru tak terurus lantaran kejelasan kepemilikan aset antara dua pemerintahan yang terbentuk dari Kabupaten Tangerang tersebut.
“Kami khawatir aset itu nanti justru hilang,” kata Wali Kota Tangerang, Arief Rachadiono Wismansyah, Rabu 15 Maret 2017.
Pemerintah di dua wilayah tersebut sudah membuat sejumlah kesepakatan mengenai bertukar aset. Semisal aset Stadion Benteng yang akan ditukar dengan tanah TPA Jatiwaringin dan beberapa titik lahan di Kabupaten Tangerang. Sejumlah aset yang hendak dibagi antara lain:
Aset Kabupaten Tangerang di Kota berupa 42 gedung bekas dinas Pemerintahan Kabupaten Tangerang senilai Rp 234 miliar (hitungan aprisal tahun 2009). Stadion Benteng dan Lapangan Ahmad Yani seluas 44.410 meter senilai Rp 142 miliar. Sementara aset Kota Tangerang di Kabupaten berupa sejumlah lahan dengan luas lebih dari 30 hektare. (*)
Sumber: Tempo