Moratorium Reklamasi Dicabut, Gubernur WH Diminta Bentengi Pesisir Banten

KPU Cilegon Coblos

SERANG – Terbitnya surat pencabutan moratorium reklamasi oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman, Nomor. S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 pertanggal 5 Oktober 2017, Koalisi Nelayan Banten menyikapinya dengan penuh keprihatinan dan menilai bahwa bencana ekologi seakan kembali mengancam perairan Banten.

Karena itu, Koalisi Nelayan Banten meminta kepada Gubernur Banten Wahidin Halim, agar melindungi kaum nelayan dari dampak dari hal tersebut.

Setelah sempat merasa tenang dengan adanya moratorium reklamasi pada tahun lalu, masyarakat pesisir Utara Jawa kini kembali dibuat gelisah, pasalnya proyek reklamasi yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta akan berpotensi dibukanya kembali pertambangan pasir laut di Banten.

Diketahui, pemasok pasir utamanya berasal dari Teluk Banten yang sempat dikeluhkan warga di beberapa Kecamatan di Kabupaten Serang karena merusak ekosistem laut dan mempengaruhi hasil tangkapan ikan.

Menurut Koalisi Nelayan Banten, selama ini perairan di wilayah Kecamatan Pontang dan Tirtayasa seperti di Desa Lontar, Pulau Panjang dan Pulau Tunda menjadi Zonasi Pertambangan Pasir Laut untuk kepentingan reklamasi di Teluk Jakarta selama belasan tahun.

“Dampak ekologi yang dihasilkan dari kegiatan penambangan itu adalah meluasnya abrasi di wilayah tersebut dan rusaknya ekosistem dan biota laut yang membuat hancurnya sumber-sumber kehidupan masyarakat nelayan pantai utara,” ujar Koordinator Koalisi Nelayan Banten, Daddy Hartadi, dalam rilisnya kepada Fakta Banten, Sabtu (7/10/2017).

Bahkan menurut Daddy selalu ada konflik saat aktivitas penambangan pasir mulai beroperasi.

“Desa Lontar misalnya yang mayoritas masyarakatnya adalah nelayan selalu bergolak setiap ada kegiatan penambangan pasir laut yang mengancam kehidupan nelayan,” imbuhnya.

Ditambahkan oleh Daddy, pergolakan sosial di tengah masyarakat nelayan itu akibat kegiatan penambangan yang menyebabkan rusaknya jaring ikan yang mereka miliki, dan wilayah tangkap yang tidak lagi dihuni ikan karena rusaknya biota laut sehingga pendapatan mereka dari kegiatan melaut merosot tajam.

“Surat penghentian moratorium reklamasi itu bakal menjadi malapetaka bagi rakyat nelayan, tanpa kecuali nelayan di wilayah Pesisir Utara Kabupaten Serang dan masyarakat pesisir di Selat Sunda, selama ini wilayah Anyer, Lontar, Pulau Tunda dan Pulau Panjang menjadi sasaran pengerukan pasir untuk memenuhi material pasir laut kegiatan reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Jika moratorium itu dicabut, dipastikan jutaan kubik pasir laut akan dikeruk kembali dari dasar laut yang dapat menimbulkan persoalan lingkungan hidup dan konflik sosial di tengah masyarakat nelayan,” terang Daddy.

Daddy mengingatkan, Gubernur Banten Wahidin Halim untuk teguh dalam pendiriannya membela rakyat nelayan. Selama ini kata Daddy, Wahidin Halim selalu menggemakan perlindungan atas lingkungan hidup maupun perlindungan hidup kaum nelayan dari kegiatan kegiatan yg merugikan nelayan.

Daddy melanjutkan pasca terbitnya surat tersebut, ini adalah ujian bagi pemerintahan WH agar selalu tetap berdiri bersama rakyat. Dalam kampanye-kampanyenya saat pemilihan Gubernur Banten, Wahidin Halim selalu mendatangi wilayah pesisir dan mengkampanyekan perlindungan dan pembangunan kawasan pesisir yang ramah lingkungan untuk kesejahteraan nelayan dan menegaskan tidak akan memberikan ijin penambangan pasir laut yang memberikan dampak buruk bagi nelayan.

“WH selalu menegaskan akan memberi perlindungan lingkungan hidup dan perlindungan atas hidup nelayan dari kegiatan kegiatan yang merusak sumber penghidupan nelayan dengan tetap tidak memberikan izin pertambangan pasir laut pasca terbitnya surat pencabutan moratorium reklamasi oleh Menko Maritim. Ini ujian bagi WH untuk tetap teguh berdiri bersama rakyat menghadang kegiatan yang merugikan rakyat,” pungkasnya. (*/Yosep)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien