Komitmen Pemberantasan Korupsi Era WH-Andika Dipertanyakan, F-Gerindra: Nihil
SERANG – Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Banten mempertanyakan komitmen pemberantasan korupsi di era kepemimpinan Gubernur Banten, Wahidin Halim dam Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy.
Demikian dipertanyakan lantaran munculnya dugaan kasus-kasus korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten belakangan ini.
Pertama soal dugaan korupsi dana hibah untuk Pondok Pesantren (Ponpes) tahun anggaran 2020 dan kedua yaitu dugaan korupsi pengadaan lahan UPT Samsat Malingping.
Adanya dugaan kasus korupsi bantuan dana hibah dari Pemprov Banten untuk Ponpes ini telah menyegarkan ingatan masyarakat Banten kepada sejarah kelam yang terjadi pada 10 tahun silam.
Di mana, terungkap sejumlah persoalan dalam penyaluran dana bansos dan hibah. Ada yang berhubungan dengan pelaporan yang tak jelas bahkan kegiatan yang fiktif.
Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Banten mendorong Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, agar dugaan korupsi dana hibah untuk Ponpes ini perlu diusut tuntas hingga diungkap otak di balik terjadinya dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
“Sekarang di 2021 tercoreng Banten dengan adanya kasus korupsi di Banten ini. Ini harus dievaluasi, dimana ini masalahnya. Jangan sampai penyakit lama turun menurun ini,” ujar Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Banten, Agus Supriyatna kepada wartawan di Kota Serang, Jumat (23/4/2021).
Menurut Agus, mekanisme penyaluran hibah perlu dievaluasi oleh Pemprov Banten, sebagaimana mengacu pada Pergub Nomor 10 tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Dari APBD.
Seperti halnya dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan, bahwa evaluasi terhadap permohonan hibah, paling tidak harus dilakukan verifikasi persyaratan, administrasi, kesesuaian permohonan dengan program kegiatan, serta melakukan survei lokasi.
“Ini harus menjadi pelajaran Gubernur dan Wakil Gubernur Banten,” kata Agus.
Di tempat yang sama, Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Banten, Syihabudin Sidik menyebut, adanya dugaan kasus korupsi bantuan hibah untuk Ponpes sangat memprihatinkan.
“Ini sesuatu yang menurut saya sangat miris karena orang yang ditangkap oleh Kejaksaan ini adalah mengatasnamakan lembaga yang sangat sakral menurut saya Pondok Pesantren,” ujarnya.
“Oleh karena itu, Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur jangan cuci tangan, tentu dia selaku kepala daerah dan wakil kepala daerah harus berani melakukan intervensi kepada Biro Kesra yang bertanggungjawab melakukan verifikasi,” sambung Syihabudin.
Untuk itu pihaknya meminta agar Gubernur dan Wakil Gubernur Banten bertanggungjawab atas adanya dugaan-dugaan pelanggaran dalam proses penyaluran bantuan dana hibah untuk Ponpes.
Selanjutnya Shihabudin mengungkapkan, dugaan kasus korupsi pengadaan lahan UPT Samsat Malimping merupakan kasus laten, yang kerap kali ditemukan setiap proses pengadaan lahan.
“Dibayar dulu oleh seseorang dengan harga x lalu kemudian dijual ke Pemprov dengan harga xx. Saya kira sampai hari ini masih terjadi kasus seperti itu, berarti visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur yang sekarang yang katanya konsentrasi saya anggap nihil,” tegasnya.
Baginya, tindakan korupsi mustahil dilakukan secara tunggal atau sendirian, melainkan dilakukan secara berjamaah. Sehingga kata dia, dapat dikatakan by sistem.
“Dia itu hanya sekretaris pengadaan (tersangka pengadaan lahan UPT Samsat Malimping), sekretaris itu kerjanya perintah siapa? Oleh karena itu Kejaksaan Tinggi harus sampai tuntas menyelsaikan masalah ini,” katanya.
Dirinya menegaskan, Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Banten sangat mendukung langkah Kejati Banten mengungkap dua dugaan kasus korupsi tersebut, baik dugaan korupsi dana hibah maupun pengadaan lahan untuk gedung UPT Samsat Malingping.
“Karena tidak mungkin kejaksaan melakukan penangkapan kalau tidak ada dua alat bukti yang menguatkan, oleh karena itu saya sependapat dengan Ketua Fraksi, sepakat mendukung Kejati Banten untuk mengambil langkah hukum yang tegas terhadap siapa saja oknum yang mengatasnamakan apa saja,” pungkasnya. (*/Faqih)