SERANG – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan satu unit kapal isap pasir laut yang diduga melakukan aktivitas pengerukan pasir laut di Perairan Pulau Tunda tanpa dilengkapi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Kapal isap pasir laut yang berkode MV. VOX MAXIMA dengan muatan 29.920 GT tersebut berhasil dihentikan oleh operasi Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan HIU 06 pada Jumat (27/10/2023).
Diketahui kapal tersebut dioperasikan oleh PT. HLS yang melakukan pengerukan pasir laut untuk keperluan proyek reklamasi di Tanjung Priok Jakarta.
“Pada Jumat kemarin, Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan HIU 06 berhasil menghentikan satu unit kapal isap pasir laut berbendera Belanda yang diduga telah melakukan pengambilan pasir laut di Perairan Pulau Tunda,” ucap Dirjen PSDKP Adin Nurawaluddin pada Konferensi Pers yang digelar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta pada Sabtu (28/10/2023).
Pada saat dilakukan penghentian dan pemeriksaan oleh KP. HIU 06, kapal isap dengan muatan satu kali jalan yakni 26.000 m3 tersebut diawaki oleh 40 orang, termasuk nahkoda yang merupakan Warga Negara Asing (WNA).
“Pada saat dilakukan penghentian dan pemeriksaan, ditemui barang bukti pasir laut dengan volume kurang lebih 24.000 m3 pasir laut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kapal ini memang baru beroperasi satu kali jalan,” ucap Adin.
Adin juga menyampaikan bahwa saat ini pihaknya telah melakukan pemanggilan kepada PT. HLS yang merupakan perusahaan pengguna jasa dari kapal MV. VOX MAXIMA.
“Kami telah melakukan pemanggilan kepada pihak yang mempekerjakan kapal tersebut, yaitu PT. HLS. Dari hasil pemeriksaan, MV. VOX MAXIMA ini diduga melakukan pengerukan pasir laut di Perairan Pulau Tunda untuk proyek reklamasi di Tanjung Priok,” ujarnya.
Ia pun menjelaskan bahwa terdapat empat dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. HLS, di antaranya PT. HLS diduga menggunakan kapal isap untuk melakukan eksploitasi hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut tanpa izin; tidak dilengkapi dokumen PKKPRL, tidak ada izin pemanfaatan pasir laut untuk reklamasi.
“Tahap pemeriksaan awal oleh Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K), memang benar PT. HLS tidak mengantongi PKKPRL. Selanjutnya akan dilakukan pendalaman mengenai lokasi pengerukan di Perairan Pulau Tunda sesuai PP 26/2023 tentang Hasil Sedimentasi di Laut,” ujarnya.
Sementara dilakukan pendalaman kasus lebih lanjut terhadap PT. HLS, KKP melalui Direktorat Jenderal PSDKP melakukan pengamanan kapal dan peralatan, dokumen serta muatan pasir laut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmennya dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Hasil Sedimentasi di Laut untuk kepentingan bangsa dan negara.
Kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi tersebut terdiri dari perencanaan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan hasil sedimentasi laut menjadi hal yang penting untuk diatur supaya ekosistem laut dapat dikelola secara berkelanjutan dan membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara. (*/Sindonews)