CILEGON – Politikus Partai Golkar Cilegon Budi Mulyadi diduga mendapatkan aliran dana senilai ratusan juta rupiah dari terdakwa Sugiman, pengusaha yang mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan akses jalan Pelabuhan Warnasari.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon, Sugiman disebut menerima uang muka proyek tersebut senilai Rp 7 miliar, dari terdakwa Tb Abubakar Rasyid selaku Dirut PT Arkindo, yakni perusahaan pemenang lelang.
Abubakar Rasyid disebut meminjamkan perusahaannya ke Sugiman untuk lelang pekerjaan konstruksi jalan akses pelabuhan milik PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM).
Dalam dakwaan juga terungkap bahwa Dirut PT Arkindo telah menerima pembayaran uang muka Rp 7 miliar dari PT PCM, dan uang tersebut dibagi-bagi hingga mengalir kepada para mantan Direksi PT PCM.
Rinciannya sebagai berikut; Abubakar Rp 427 juta, Sugiman Rp 5,6 miliar, M Komaruddin Rp 427 juta, Akmal Firmansyah Rp 300 juta, Rommy Dwi Rahmansyah Rp 177 juta, dan ke direksi PT PCM Rp 500 juta, yaitu untuk almarhum Arief Rivai Madawi, Budi Mulyadi dan Akmal Firmansyah.
“Pembayaran uang muka tersebut bisa dicairkan berdasarkan persetujuan Direksi PT PCM, setelah ditetapkan PT Arkindo sebagai pemenang lelang,” ujar jaksa Subardi, di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Kamis (23/11/2023).
JPU menyebut bahwa kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara Rp 7 miliar.
“Berdasarkan laporan audit pada kegiatan pembangunan konstruksi terintegrasi rancang bangun akses Pelabuhan Warnasari,” jelas jaksa.
Diketahui, Budi Mulyadi saat kasus korupsi tersebut menjabat sebagai Direktur SDM dan Keuangan PT PCM. Budi juga merupakan mantan anggota DPRD Kota Cilegon, dan saat ini masih aktif sebagai Wakil Ketua OKK DPD Partai Golkar Cilegon.
Dijelaskan Jaksa, korupsi tersebut bermula dari tahun 2019 saat Dirut PT PCM almarhum Arief Rivai Madawi menandatangani SK perjanjian kerja manajemen konstruksi. Nilai proyek pembangunan adalah Rp 68 miliar.
Sebelum proyek tersebut dilaksanakan, bahwa Sugiman dengan seorang bernama Rahmat Peor menemui Walikota Cilegon saat itu, Edi Ariadi. Sugiman menyampaikan keinginan untuk mendapatkan proyek itu. Edi disebut menyerahkan urusan proyek itu ke Direksi PT PCM.
Rahmat Peor diketahui juga sebagai salah seorang fungsionaris DPD Partai Golkar Cilegon. Saat ini dia menjabat Wakil Bendahara DPD.
Terdakwa Sugiman bersama Romli dan Jhoni Husban lalu bertemu dengan direksi PT PCM, yaitu almarhum Arief Rivai Madawi, Akmal Firmansyah, dan Budi Mulyadi, di Lebak Gede, Merak.
Sugiman saat itu memerintahkan Romli membawa uang yang berada di kantong plastik kresek hitam sebanyak Rp 200 juta.
“Uang tersebut diserahkan kepada direksi PT PCM,” jelas jaksa.
Pada Mei 2020, Direksi PT PCM kemudian membantu mengarahkan tender agar bisa dimenangkan oleh Sugiman. Namun setelah selesai tender, proyek ini tidak dapat dilaksanakan hingga jangka waktu kontrak pekerjaan sudah selesai.
Hal itu terjadi karena lahan yang dipakai untuk proyek tersebut bukan milik PT PCM melainkan milik PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan PT PCM tidak mendapatkan izin dari PT Krakatau Daya Listrik.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*/Rijal)