Nirina Minta Sertipikat Dibatalkan, Pengacara Sebut Harus Melalui Mekanisme Pengadilan

 

 

JAKARTA – Rencana pembatalan sertipikat tanah terkait keluarga artis Nirina Zubir mulai ditentang pihak-pihak yang berperkara. Pasalnya sertipikat yang dimaksud dan menjadi barang bukti tindak pidana yang putusannya sudah inkaracht itu masih atas nama orang lain yang ha katas tanahnya telah beralih dari Riri Kasmitha yang merupakan asisten rumah tangga keluarga Nirina Zubir kepada beberapa orang yang membeli tanah tersebut dari Riiri Kasmitha.

Diketahui Riri Kasmitha menjual tanah tersebut kepada Jasmaini, Muhamad fachrurozy dan Sutrisno, ketiga orang tersebut mengkuasakan kepada pengacaranya untuk mengurus pengembalian sertifikat milik mereka yang pernah disita penyidik Polda Metro Jaya namun tidak dikembalikan lagi kepada pemiliknya.

Padahal mereka mengakui memiliki bukti tanda terima penyitaan sertipikat mereka yang dilakukan oleh penyidik.

Kuasa hukum ketiga orang tersebut adalah dari kantor hukum Rikardo Lumbaraja & Associate, yang berkeberatan akan rencana pembatalan sertifikat atas nama kliennya yang berkaitan dengan perkara pidana yang dilaporkan keluarga Nirina Zubir.

Pasalnya menurut pengacara mereka sertipikat milik kliennya tersebut telah berusia 5 tahun lebih. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pembatalan sertipikat karena diduga adanya cacat yuridis dan cacat administrasi harus melalui mekanisme pengadilan pembatalannya, dan tidak bisa dilakukan oleh Kantor Pertanahan yang menerbitkan sertipikat tersebut.

BI Banten

Daddy Hartadi salah satu pengacaranya saat dihubungi melalui sambungan selular (17/1/2024) mengatakan, bahwa BPN melalui kantor pertanahan tidak serta merta bisa membatalkan sertipikat, karena terikat oleh ketentuan hukum yang mengatur sertipikat yang telah berusia 5 tahun hanya bisa dibatalkan melalui mekanisme pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 32 PP 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah jo Pasal 64 ayat (1) dan ayat (2) PP no.18 tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah.

“Jadi permohonan Nirina Zubir untuk membatalkan sertifikat milik kliennya itu tidak bisa dikabulkan secara hukum karena bertentangan dengan PP 24 Tahun 1997 dan PP 18 tahun 2021, harusnya Nirina Zubir melakukan Langkah hukum mengambil jalan gugatan Ke Pengadilan Tata Usaha dengan membuktikan dalil-dalil gugatannya jika ingin membatalkan sertifikat kliennya itu. Karena sangat jelas kliennya adalah pada posisi pembeli beritikad baik sehingga memperoleh hak atas tanah tersebut yang didaftarkan secara resmi dan diterbitkan hak nya oleh kantor Pertanahan Jakarta Barat,” tuturnya.

Daddy menambahkan, bahwa kliennya juga mengalami kerugian atas tidak dikembalikannya sertipikat milik ketiga kliennya itu, harusnya pasca putusan pidananya telah inkracht, berdasarkan ketentuan Pasal 46 KUHAP, barang bukti dalam perkara pidana dikembalikan kepada pemiliknya atau dimana barang bukti itu berasal disita.

Sementara menurutnya ketiga kliennya sejak putusan inkracht tidak pernah menerima kembali sertipikatnya, yang justru sertipikat tersebut malah dikembalikan kepada Fadhlan Karim sebagai saksi korban yang notabene adalah kakak kandung Nirina Zubir.

Sedangkan didalam putusan sesuai dengan surat tuntutan jaksa penuntut umum menjadi berubah barang bukti dikembalikan kepada ahli Waris Cut Mutia yang merupakan ibu kandung Nirina Zubir dan bukan dikembalikan kepada kliennya sebagai pemilik dan asal barang bukti disita. Justru didalam putusan menjadi aneh karena berdasarkan surat tuntutan jaksa penuntut umum barang bukti sertipikat milik kliennya berubah asal disitanya menjadi dari Fadlan Karim, dirinya menduga ada pembelokan fakta dalam surat tuntutan JPU darimana asal barang bukti itu disita, yang menghilangkan hak klien kami untuk mendapatkan Kembali sertipikatnya sebagaimana pasal 46 KUHAP. Ini kemudian yang menjadi persoalan dan sedang disiapkan Gugatan PMH kepada penyidik dan penuntut umum atas kesalahan berubahnya asal disitanya barang bukti milik kliennya, sehingga membuat putusan mengembalikan barang bukti kepada orang yang tidak berhak dan bukan kepada kliennya.

“Ini menjadi persoalan serius, karena dalam surat tuntutan JPU yang diperhatikan dalam bunyi putusan telah mengubah asal barang bukti disita yang harusnya disita dari klien kami justru dalam surat tuntutan JPU disebutkan disita dari Fadhlan Karim sehingga membuat barang bukti dikembalikan kepada Fadhlan Karim dalam bunyi putusan. Seharusnya berdasarkan ketentuan pasal 46 KUHAP barang bukti tersebut dikembalikan kepada ketiga klien saya sebagai pemilik dan sebagai asal barang bukti itu disita. Kita dan tim juga sedang siapkan surat gugatan perbuatan melawan hukum kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas ketidakbenaran fakta ini,” pungkasnya. (*/Red)

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien