Konsumtif di Momen Lebaran, Tren yang Mengakar

Oleh : Nasrullah, S.IP*
Lebaran merupakan momen yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Hari raya ini menjadi ajang untuk bersilaturahmi, saling memaafkan, dan mempererat hubungan kekeluargaan.
Namun, di balik kesakralan Idulfitri, ada fenomena yang semakin mengkhawatirkan, yaitu gaya hidup konsumtif yang berlebihan.
Banyak orang yang menjadikan Lebaran sebagai ajang pamer kemewahan, dari pakaian baru, perhiasan, hingga makanan berlimpah.
Padahal, esensi dari Lebaran sejatinya bukanlah ajang untuk memamerkan kekayaan, melainkan untuk meningkatkan kualitas spiritual dan sosial.
Konsumerisme dalam perayaan Lebaran bukanlah fenomena baru. Dari tahun ke tahun, banyak masyarakat yang cenderung menghabiskan banyak uang untuk membeli barang-barang baru.
Mal-mal dipenuhi oleh pembeli yang berburu diskon, toko pakaian dan perhiasan mengalami lonjakan penjualan, serta tempat-tempat wisata dibanjiri pengunjung yang ingin menghabiskan uangnya selama libur Lebaran.
Tidak jarang, demi mengikuti tren dan gengsi, sebagian orang rela berhutang untuk memenuhi hasrat konsumtif mereka.
Media sosial juga turut memperparah budaya konsumtif ini. Unggahan tentang pakaian baru, makanan mewah, hingga liburan ke luar negeri membuat banyak orang merasa harus mengikuti standar yang sama agar tidak dianggap ketinggalan zaman.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat kelas atas, tetapi juga di kalangan menengah dan bawah yang terkadang memaksakan diri untuk mengikuti tren meskipun kondisi finansial mereka tidak memungkinkan.
Dampak Negatif Konsumtif Saat Lebaran
Gaya hidup konsumtif saat Lebaran membawa banyak dampak negatif, baik secara individu maupun sosial.
Berikut beberapa di antaranya :
Pertama, Pemborosan Keuangan
Banyak orang yang menghabiskan uang secara berlebihan untuk memenuhi keinginan konsumtif mereka, tanpa mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang. Akibatnya, setelah Lebaran, mereka sering kali mengalami kesulitan finansial.
Kedua, Meningkatnya Utang
Demi memenuhi standar sosial, banyak orang yang memilih berhutang untuk membeli barang-barang mewah. Padahal, utang yang tidak terkontrol dapat menyebabkan masalah ekonomi yang lebih besar di masa depan.
Ketiga, Ketimpangan Sosial
Pamer kemewahan di media sosial dan lingkungan sekitar dapat menciptakan rasa iri dan ketidakpuasan di antara masyarakat.
Orang-orang yang kurang mampu merasa terbebani dengan tekanan sosial untuk tampil mewah, yang pada akhirnya meningkatkan kesenjangan sosial.
Keempat, Mengabaikan Makna Spiritual
Fokus yang berlebihan pada materi dan konsumsi dapat mengalihkan perhatian dari nilai-nilai spiritual Lebaran, seperti introspeksi diri, berbagi dengan sesama, dan meningkatkan hubungan dengan Tuhan.
Mengembalikan Esensi Lebaran yang Sebenarnya
Untuk menghindari budaya konsumtif saat Lebaran, ada beberapa langkah yang bisa diterapkan:
Satu, Memprioritaskan Kebutuhan, Bukan Keinginan
Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar mengikuti tren. Prioritaskan kebutuhan dasar daripada keinginan konsumtif.
Dua, Mengatur Anggaran dengan Bijak
Buat perencanaan keuangan sebelum Lebaran agar pengeluaran tetap terkontrol. Tetapkan batasan untuk setiap kategori pengeluaran, seperti makanan, pakaian, dan zakat.
Tiga, Menjaga Kesederhanaan
Tidak ada salahnya merayakan Lebaran dengan sederhana. Mengenakan pakaian lama yang masih layak, menyajikan makanan secukupnya, dan tidak berlebihan dalam berbelanja adalah langkah bijak untuk menghindari gaya hidup konsumtif.
Empat, Fokus pada Kebersamaan dan Kepedulian
Lebaran seharusnya menjadi momen untuk berbagi dan mempererat hubungan sosial. Alih-alih menghamburkan uang untuk kepentingan pribadi, lebih baik mengalokasikan dana untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Selanjutnya, lebaran bukanlah ajang untuk pamer konsumtif, melainkan momen untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan sosial, dan meningkatkan ibadah.
Budaya konsumtif yang berlebihan justru dapat mengaburkan nilai-nilai luhur dari Idulfitri.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengedepankan kesederhanaan, mengelola keuangan dengan bijak, dan lebih fokus pada makna sejati dari Lebaran: berbagi, bersyukur, dan mempererat tali silaturahmi.
*Ketua Bidang Pendidikan Dasar dan Non Formal Pengurus Besar Mathla’ul Anwar.