Koalisi Nelayan Tuding Raperda RZWP3K di Banten Titipan Pemodal
SERANG – Koalisi Nelayan Banten (KNB) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bisa melakukan pengawasan secara aktif guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam penyusunan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di Provinsi Banten.
“Saya akan meminta KPK melakukan pengawasan dalam semua mekanisme pembentukan Perda ini. KPK akan kita surati secara resmi untuk melakukan pengawasan. Mulai dari pembahasan di Pansus, konsultasi publik, riset lapangan hingga sampai penetapan di Paripurna, itu harus diawasi oleh KPK,” ucap Presidium KNB, Daddy Hartadi kepada awak media, Selasa (16/7/2019).
BACA JUGA: RDP dengan Dewan, Nelayan Banten Tolak Raperda Zonasi Wilayah Pesisir
Nelayan mensinyalir, penyusunan Raperda RZWP3K bukan murni keinginan Pemerintah, tetapi berdasarkan pesanan dari kepentingan pemilik modal.
“Agar proses Perda ini berjalan fair sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak melanggar undang-undang Tipikor,” imbuhnya.
Menurut Daddy, draft Raperda (rancangan peraturan daerah) RZWP3K Provinsi Banten yang terindikasi sarat akan kepentingan pemodal ini, justru akan meminggirkan hak dan kepentingan nelayan di wilayah pesisir utara Kabupaten Serang.
“Kita curigai ada pemaksaan kehendak dalam membuat kebijakan Perda ini. Perairan teluk Banten adalah kawasan rehabilitasi mangrove, karena ratusan hektar hutan mangrove-nya dalam keadaan rusak, juga di wilayah konservasi ekosistem dan kawasan rawan bencana geologi seperti yang tertuang dalam tata ruang Kabupaten Serang, seharusnya tidak ada pertambangan di perairan tersebut,” ungkap Daddy.
Lebih lanjut, Daddy menuturkan bahwa dalam RDP (rapat dengar pendapat) yang dilakukan pihaknya bersama DPRD Provinsi Banten beberapa waktu lalu, terungkap peta rencana zonasi untuk alokasi ruang tambang pasir laut yang begitu besar di wilayah perairan Teluk Banten, yang mencakup Kecamatan Tirtayasa dan Puloampel.
Padahal kata Daddy, wilayah tersebut beririsan dengan wilayah tangkapan ikan yang potensial bagi nelayan sekitar, dan juga wilayah tersebut merupakan kawasan rehabilitasi tanaman mangrove (bakau).
“Pasal 21 dalam Raperda RZWP3K itu begitu terasa aroma kental titipan pemodal. Jika perairan itu merupakan kawasan konservasi, maka seharusnya tidak boleh ada kegiatan yang dapat mendegradasi kualitas lingkungan seperti reklamasi dan tambang pasir,” tandasnya. (*/Qih)