BPOM Tarik Obat Lambung Ranitidin, Diduga Bisa Picu Kanker
JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI menarik beberapa produk obat yang mengandung ranitidin. Keputusan ini terkait informasi sebelumnya dari Badan Kesehatan Amerika, US FDA dan EMA (European Medicines Agency) tentang senyawa ranitidin yang mengandung unsur NDMA pemicu kanker.
Pernyataan BPOM itu diumumkannya lewat website resminya pom.go.id dan akun instagram bpom_ri. Dalam keterangannya BPOM mememerintahkan Industri Farmasi pemegang izin edar produk tersebut agar berhenti produksi dan mendistribusikan, serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk dari peredaran (terlampir).
“Industri farmasi juga diwajibkan untuk melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA dan menarik secara sukarela apabila kandungan cemaran melebihi ambang batas yang diperbolehkan,” tulis BPOM dalam akunnya.
Lebih lanjut saat ini BPOM sedang melakukan pengambilan dan pengujian beberapa sampel produk ranitidin.
“Hasil uji sebagian, ada sampel yang mengandung cemaran NDMA dengan jumlah yang melebihi batas yang diperbolehkan. Pengujian dan kajian risiko akan dilanjutkan terhadap seluruh produk yang mengandung ranitidin.”
Dilansir Farmasetika, ranitidin adalah obat yang digunakan untuk gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus. BPOM telah memberikan persetujuan terhadap ranitidin sejak tahun 1989 melalui kajian evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu.
Ranitidin tersedia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, dan injeksi. US-FDA merilis beberapa produk ranitidin, termasuk produk ZANTAC yang terkenal di Amerika ditemukan telah tercemar NDMA.
Meskipun senyawa NDMA yang ditemukan dalam ranitidine itu tersebut hanya dalam jumlah yang sangat kecil, namun US-FDA maupun EMA merekomendasikan agar pasien yang mengkonsumsi Ranitidin, disarankan untuk mengganti dengan obat lain.
Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake). Senyawa ini akan bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Hal ini dijadikan dasar oleh BPOM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia. Terkait hal ini BPOM tidak resah menanggapi pemberitaan yang ada dan tetap melakukan update informasi di website resmi BPOM. (*/Viva)