Melihat Masjid Tertua di Kota Tangerang, Berusia 445 Tahun dan Salah Satu Pilarnya Pemberian Wali Songo

TANGERANG – Kota Tangerang menyimpan sejarah peradaban yang luhur, termasuk dalam hal beragama yang jadi cerminan kerukunan antar masyarakat sejak ratusan tahun lalu.

Adalah Masjid Kali Pasir, bukti sejarah Syiar Islam yang diketahui sebagai masjid tertua di Kota Tangerang. Bangunan peninggalan era Kerajaan Pajajaran tersebut, hingga kini masih berdiri tegak dan tetap digunakan sebagai tempat beribadah masyarakat setempat.

Masjid ini berada di sebelah timur bantaran Sungai Cisadane, bahkan berada di tengah pemukiman warga Tionghoa, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang. Bangunannya pun bercorak perpaduan budaya Arab, Tionghoa bahkan Eropa.

Tahun 2023 ini, usia Masjid Kali Pasir menginjak 445 tahun, dan memiliki warna krem di dinding luarnya serta didominasi warna putih di bagian dalam dengan atap genting yang berwarna hijau.

Masjid Kali Pasir ini berdiri berdekatan dengan Klenteng Boen Tek Bio yang saat itu sudah berdiri tegak. Ini saksi sejarah akulturasi budaya di Kota Tangerang berjalan dengan harmonis. Bahkan jika diperhatikan, bagian menara masjid Kali Pasir ini menyerupai bentuk Pagoda dengan ukuran kurang lebih 10 meter.

Menurut keterangan sesepuh setempat, sebelum ditetapkan sebagai masjid pada tahun 1576, Masjid Kali Pasir sudah difungsikan sebagai tempat ibadah sejak seratusan tahun sebelumnya, tepatnya pada 1412.

Dikutip dari Kompas.com, Penasihat DKM Masjid Jami Kali Pasir Achmad Sjairodji mengungkapkan, bangunan tersebut pertama kali ditetapkan sebagai masjid yang berdiri pada 1576 adalah Tobari Ashajili, seorang ulama di Kota Tangerang sekaligus pemilik pesantren di Periuk, Kota Tangerang. “Yang menentukan tahun berdirinya masjid ulama juga, yaitu KH Tobari Ashajili,” ungkap Sjairodji.

Masjid ini memang sudah berkali-kali direnovasi, tetapi hingga saat ini masih terdapat dua sisi arsitektur yang masih tetap utuh dipertahankan, yaitu empat tiang di dalam masjid dan kubah kecil bermotif Pagoda Tiongkok.

Begitu memasuki area dalam masjid, jemaah akan melihat kokohnya empat pilar berwarna hitam yang berdiri tepat di bagian tengah Masjid Jami Kali Pasir ini. Meskipun pilar-pilar tersebut yang terbuat dari kayu, saat ini sudah mulai tampak keropos sehingga harus disanggah dengan sejumlah besi.

Pada pilar-pilar masjid itu, terdapat 11 kolom seperti tapal kuda, lima kolom di sisi selatan dan enam kolom di sisi timur, yang pada bagian atas dari lengkungannya terdapat list berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran diameter kurang lebih 2-3 cm dan berwarna warni.

 

Salah satu Pilar Masjid Pemberian Sunan Kalijaga

Sjairodji menyatakan, empat pilar yang berdiri kokoh di dalam masjid itu sama sekali tidak pernah direvitalisasi. Bahkan, salah satunya merupakan pemberian istimewa dari Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo.

Hingga 2018, kata dia, tidak ada yang mengetahui pilar mana yang merupakan pemberian Sunan Kalijaga. Barulah pada 2018, sejumlah ulama berkumpul di masjid tersebut. Mereka memperbincangkan perihal pilar yang diberikan Sunan Kalijaga.

Kata Sjairodji, ada salah satu ulama yang mengetuk pilar itu satu per satu menggunakan tangannya. Ulama tersebut lantas mendengar suara yang berbeda dari salah satu pilar ketika diketuk. Ulama itu meyakini, pilar yang mengeluarkan suara berbeda adalah pemberian Sunan Kalijaga.

“Ini, pilar yang ada di kiri belakang yang adalah pemberian Sunan Kalijaga,” ucap Sjairodji.

Sjairodji menambahkan, empat pilar itu sebenarnya tak memiliki arti khusus. Jumlah pilar yang ada pun juga tidak merepresentasikan apa pun. Namun, ada yang menafsirkan empat pilar tersebut merepresentasikan sahabat Rasulullah SAW.

“Contoh, ini cuma contoh, ada orang mengatakan Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Ada yang mengartikan ke situ. Silakan menafsirkan ke situ, tapi pilar ini tidak punya makna,” kata Sjairodji.

 

Syiar Islam di Sekitar Sungai Cisadane

Masjid Kali Pasir ini berawal dari gubuk kecil yang sudah difungsikan sebagai tempat ibadah sejak tahun 1412. Menurut Sjairodji, di masa itu seorang penyiar agama Islam bernama Ki Tengger Jati datang dari Kerajaan Galuh Kawali.

Mereka datang ke wilayah Sungai Cisadane dengan tujuan untuk syiar Islam. Yang sebelumnya, dia mempelajari agama Islam kepada seorang guru yang bernama Syekh Syubakir.

Saat Ki Tengger Jati tiba di Kota Tangerang, saat itu area lahan di Kelurahan Sukasari masih berupa hutan. Penyiar agama Islam itu lantas membuat gubuk kecil untuk tempat tinggal dan juga tempat beribadah.

Kurun waktu empat tahun, 1416, tempat ibadah ini semakin diperbesar.

Karena Sungai Cisadane merupakan jalur transportasi yang dilewati banyak orang, Masjid Kali Pasir yang persis di seberang sungai itu didatangi banyak pelancong. Banyak orang yang singgah dan menetap di masjid tersebut. Faktor itulah yang membuat masjid tersebut diperluas.

Kegiatan peribadatan Islam yang terus berjalan di Masjid Kali Pasir itu hingga pada tahun 1445 ada seorang ulama dari Persia yang singgah di masjid tersebut. Ulama besar itu bernama Said Hasan Ali Al-Husaini, atau lebih dikenal dengan nama Syekh Abdul Jalil.

“Tujuan asli beliau sebenarnya bukan ke sini, tapi ke daerah lain di Banten, tapi singgah di sini. Dengan kedatangan beliau di sini juga, masjid semakin diperbesar,” ujar Sjairodji melanjutkan cerita.

Sjairodji menuturkan, masjid itu sama sekali tidak pernah dialihfungsikan sebagai tempat lain. Sejak 1412 hingga saat ini, Masjid Kali Pasir selalu digunakan sebagai tempat peribadatan muslim, meskipun kini tidak lagi digunakan untuk Shalat Jum’at.

“Masjid ini ya tetap sebagai masjid, untuk orang-orang shalat. Beberapa saat dijadikan sebagai tempat singgah, tapi tidak pernah dialihfungsikan,” tuturnya.

 

Makam di Pelataran Masjid

Bangunan masjid itu sejatinya menghadap ke arah barat, tepatnya menghadap ke Sungai Cisadane. Namun, tak ada pintu masuk di bagian muka masjid itu.  

Di bagian muka masjid yang merupakan halaman dan pelataran utama terdapat sejumlah makam. Jemaah yang akan memasuki area masjid, sebelumnya bisa juga berziarah ke makam-makam di sana, bisa masuk melalui pintu yang terletak di sisi utara dan sisi selatan masjid.  

Dikutip dari TangerangNow.com, disebut bahwa di area Masjid Kali Pasir ini juga terdapat makam Bupati Tangerang, Raden H Ahmad Penna. Akan tetapi, keberadaan makam tokoh Tangerang ini tidak banyak diketahui masyarakat umum. Selain itu, keberadaan makam juga kurang terawat dengan baik.

Budaya lainnya yang melekat dengan Masjid Kali Pasir ini adalah adanya acara arakan minitur perahu yang biasa digelar oleh masjid ini dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad.

Arakan perahu dilakukan sebagai simbol tibanya para sesepuh Islam di Sungai Cisadane Kota Tangerang. Arakan tersebut dimulai sejak tahun 1926 dengan mengisi perahu dengan berbagai buah-buahan.

Hal unik lain adalah bentuk shaf shalat yang miring dibandingkan dengan arah masjid. Bentuk shaf shalat itu disebut sudah ada sejak awal pendirian masjid. Hal ini dikarenakan jika masjid dibangun sesuai arah kiblat maka rumah di sekitar masjid akan terbongkar. (*/Red)

Kota TangerangMasjidMasjid TuaSejarahsejarah BantenSunan KalijagaWali Songo
Comments (0)
Add Comment