Bos Bank Banten: Digitalisasi Bakal Kerek Fee Based Income

JAKARTA – Emiten perbankan, PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk (BEKS) menargetkan transformasi layanan dari bank konvensional menjadi digital akan turut meningkatkan pendapatan berbasis komisi (fee based income) perseroan.

Menurut Direktur Utama Bank Banten, Agus Syabarrudin, nantinya BEKS akan mengembangkan ekosistem layanan digital, sehingga tidak hanya mengandalkan dari pendapatan bunga.

“Kita kembangkan ekosistem yang akan memberikan kontribusi bukan hanya pendapatan bunga, tapi juga fee based income. Pendapatan fee based income punya potensi cukup besar dengan tingkat risiko yang bisa dikendalikan,” kata Agus, dalam konferensi pers, Jumat (17/9/2021).

Agus melanjutkan, sebagai perbandingan, pendapatan utama BEKS masih ditopang paling besar oleh pendapatan bunga sebesar Rp 180 miliar pada Agustus 2021, meningkat 168% dari posisi Maret 2021.

Sedangkan, porsi pendapatan dari fee based income masih terbilang kecil, yakni sebesar Rp 19,6 miliar pada Agustus 2021, namun mengalami kenaikan 299% dari posisi Maret 2021.

“Kami akan terus bersama partner dengan aplikasi layanan digital akan mengupayakan peningkatan fee based income, harapan kami bisa komposisinya itu double digit, tidak kecil, kisaran 10-15%,” ujar Agus menambahkan.

Seperti diketahui, pada hari ini, Jumat (17/9) perseroan menjalin kerja sama dengan PT Fortress Data Services (FDS) untuk menyiapkan layanan digital perseroan. Melalui FDS, nantinya Bank Banten mempersiapkan transformasi digital, baik bagi nasabah hingga operasional perbankan menggunakan teknologi dari Amazon Web Services (AWS).

Namun demikian, pengembangan layanan digital ini belum diarahkan untuk aplikasi super (super App).

Direktur Utama FDS, Sutjahyo Budiman mengungkapkan, transformasi yang disiapkan berupa digitalisasi proses. Namun, ke depannya, peluang untuk membuat super App tetap ada sembari melihat perencanaan dalam kurun waktu tiga bulan ke depan.

“Kita sudah menganalisis, melihat nature Bank Banten, sampai saat ini belum ada rencana untuk melakukan super app, yang kita lakukan digitaliasi proses, melakukan dengan partnership,” kata Sutjahyo.

Agus menambahkan, dengan kerja sama tersebut, hal ini membuat perseroan tidak mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex)yang cukup besar untuk investasi di sektor teknologi informasi, melainkan mengalihkannya hanya menjadi biaya operasional.

“Kami berusaha untuk menekan biaya capex untuk pengembangan IT ini, capex [belanja modal] ini agak berat, kami alihkan menjadi opex [operational expenditure]. Ke depan kami tidak perlu lagi memikirkan pembelian aplikasi atau menyiapkan infrastruktur data center. Kami akan melakukan cost efisiensi,” pungkas Agus. (*/CNBC)

Honda