Investasi Chandra Asri CAP2 Tertahan, Penyebabnya Pelonggaran Impor Bahan Baku Plastik
JAKARTA – Laju investasi industri petrokimia sebagai bahan baku plastik disebut akan tertahan lantaran pengendalian impor yang belum optimal.
Hal ini juga didorong kebijakan penurunan bea masuk bahan baku plastik dari Uni Emirat Arab (UEA).
Sebagaimana diketahui, penurunan bea masuk bahan baku plastik menjadi salah satu kebijakan dari Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IUAE-CEPA yang berlaku awal September 2023.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan pengusaha petrokimia lokal kini semakin wait and see untuk melakukan ekspansi refinery maupun pembangunan pabrik bahan baku baru.
“Kalau itu masuk artinya investasi yang ada di Indonesia juga pasti akan mundur, terbukti Chandra Asri 2 di reschedule dulu, karena dia wait and see, pasarnya sampai seberapa besar masih ada ruang untuk dibangun,” kata Fajar, Selasa (6/11/2023).
Salah satu proyek yang disebut tertahan yakni proyek kompleks Chandra Asri Perkasa (CAP) 2 yang diprakarsai PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Adapun, proyek senilai US$5 miliar ini telah dimulai sejak 2022 dan ditargetkan beroperasi komersial pada 2027.
Menurut Fajar, emiten petrokimia milik Grup Barito Pacific itu tengah kini memilih untuk memfokuskan investasi pada pengembangan pabrik Chlor-Alkali.
Proyek tersebut akan dikembangkan bersama Indonesia Investment Authority (INA) dan ditargetkan rampung 2026.
Dalam hal ini, dia menilai penurunan bea masuk bahan baku plastik mengancam industri petrokimia apabila pengendalian impor tidak dilakukan.
Bahkan, kebijakan tersebut akan menghilangkan kepercayaan investor karena bahan baku dari UEA diprediksi akan membanjiri pasar domestik.
Adapun, 2 komoditas bahan baku dari UEA yang diproyeksi akan membanjiri yakni Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE).
Fajar pun mendorong pemerintah untuk segera mengimplementasikan pengendalian volume impor sehingga tidak melebihi demand dalam negeri.
“Kalau impor melebihi itu pasti akan banting-banting harga sehingga investasi yang dalam negeri jadi tidak menarik lagi, tidak hanya investasi yang rescheduling yang kita khawatirkan, bahkan dibatalkan,” terangnya.
Terkait IUAE CEPA, Indonesia telah menerbitkan sejumlah peraturan teknis terkait seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Penetapan Tarif Bea Masuk, PMK Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Kemudian, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 28 Tahun 2023 tentang Ketentuan Asal Barang dan Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan Asal untuk Barang Asal Indonesia dan Permendag 29/2023 tentang Kebijakan Penerapan Kuota Tingkat Tarif untuk Impor Barang Tertentu, serta Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 22/2023 tentang Pemanfaatan Kuota Tingkat Tarif untuk Impor Bahan Baku Plastik Tertentu.
“Sudah berlaku tahun ini secara gradual diberlakukan bea masuk 8%, tahun depan 6%, tahun depannya lagi 4% sampai di 2026 atau 2027 itu 0%. Ini harus diatur, jangan sampai banjir volumenya,” pungkasnya. (*/Bisnis)