CILEGON – Desakan terhadap Pemerintah Kota Cilegon untuk menutup Tempat Hiburan Malam, sepertinya semakin deras saja disuarakan oleh beberapa elemen masyarakat di Kota yang dulunya dikenal sebagai Kota Santri ini.
Mulai dari perizinan yang dianggap tidak jelas, juga seringnya Tempat Hiburan Malam yang melakukan pelanggaran jam tayang dan adanya praktik prostitusi, menjadi dasar desakan tersebut.
Isu ini kembali menjadi hangat, setelah beberapa hari lalu Satpol PP Kota Cilegon menggelar razia tempat hiburan malam yang kedapatan beroperasi melanggar ketentuan jam tayang. Upaya Pemkot Cilegon melalui razia tersebut, dinilai hanya sebuah ancaman semu dan faktanya tidak berimbas apa-apa selama ini.
Baca Juga : Warga Cilegon Pasrah dengan Tambang Pasir yang Makin Merangsek ke Pemukiman
Seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Sudrajat, Ketua Yayasan Syeikh Djamaluddin.
“Kalau memang perizinannya tidak ada ya secara tegas harus ditutup, jangan cuma diancam-ancam, tutup saja. Apalagi Hiburan Malam juga sering melanggar jam tayang dan ada praktik prostitusi,” desak Ahmad Sudrajat, saat ditemui Fakta Banten usai Kegiatan Yasinan rutin di Majelisnya, Kamis (24/8/2017) malam.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Haji Ajat ini juga menyayangkan tidak adanya ketegasan dan keseriusan dari pihak Pemkot Cilegon selama ini dalam hal menata keberadaan Tempat Hiburan Malam.
Wacana relokasi, dan penataan waktu operasional hiburan malam yang sempat digaungkan di awal kepemimpinan Tb Iman Ariyadi, hingga kini ternyata juga tidak pernah terwujud.
“Tutup dulu, dan kalau memang Tempat Hiburan Malam memang dibutuhkan masyarakat Cilegon, harus ada konsep yang jelas. Maka harus buat dulu Perdanya, selama ini ada enggak Perda Hiburan malam? Perda Nomor 2 Tahun 2003 itu tidak mengatur keberadaan hiburan malam, hanya beberapa kegiatan hiburan saja yang dibolehkan,” terang Haji Ajat.
Di akhir wawancara, Ketua Projo Banten ini juga mendorong pihak DPRD Kota Cilegon untuk membuat Perda terlebih dahulu agar ada konsep dan regulasi yang kuat dan mengikat.
“Maka harus dibuat dulu Perdanya secara aturan kuat, jika ada yang melanggar ya diberi sanksi atau denda yang tegas. Perda juga bisa mengatur konsep hiburan secara umum di Kota Cilegon, semacam ada cluster, ada hiburan syari’ah yang memisahkan laki-laki dan perempuan, hiburan keluarga, dan hiburan dewasa. Nah, kalau bisa hiburan dewasa ini tarif masuk dan pajaknya harus besar, serta bentuk pengawasannya yang lebih ketat,” pungkas Haji Ajat. (*)