CILEGON – Nilai budaya sebagai salah satu bentuk identitas kebudayaan suatu bangsa atau daerah bisa terus mengalami pergeseran seiring dengan perubahan zaman. Akan tetapi nilai budaya juga merupakan patrap pengarah tindakan manusia dalam menjalani aktivitas hidupnya.
Namun pergeseran nilai-nilai dan bentuk budaya di Kota Cilegon yang sejauh ini sangat signifikan, seiring dengan pesatnya industrialisasi dan pembangunan serta makin derasnya arus modernisasi global. Hal ini tentu dapat dilihat dari beberapa fenomena kompleksnya perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, salah satunya pada (Nilai budaya) bentuk dan makna filosofi rumah di Cilegon.
Perlahan namun pasti, banyaknya perubahan pada bentuk rumah-rumah yang ada di Kota Cilegon, seakan terus mengikuti perubahan trend konstruksi rumah yang juga terus mengikuti pergeseran zaman.
Padahal, dulu Cilegon memiliki rumah khas yakni rumah ‘Panggang Pe’.
Rumah ‘Panggang Pe’ yang memiliki bentuk yang khas serta makna-makna filosofis yang terkandung didalamnya.
Rumah ‘Panggang Pe’ Cilegon tempo dulu adalah bentuk atap depan di bawah atap belakang (Undak Usuk), yang artinya rumah ini melambangkan filosofi ‘Wong Tue Ngayomi Anak’ (Orang Tua Mengasuh Anak).
Ciri rumah Panggang Pe khas Cilegon ini mungkin masih dapat kita dijumpai di wilayah perkampungan-perkampungan lama di Kota Cilegon.
Rumah ‘Panggang Pe’ biasanya dibangun berendeng atau berjejer satu tembok dengan rumah disebelahnya (nggentep), dan biasanya rumah sebelahnya itu rumah anak atau keluarga terdekat, karena masyarakat Cilegon dulu sistem patrenialnya masih tinggi.
Teknik pembuatan rumah ‘Panggang Pe’ biasa dibangun dengan menggunakan bata mentah yang mungkin sekarang sudah tidak bisa kita jumpai lagi produksi pembuatannya. Bata mentah ini diaduk dengan Luluh (adukan tanah liat yang dibacem tanpa campuran apapun), sehingga rumah khas Cilegon ini memiliki hawa yang sejuk.
Atap rumah ‘Panggang Pe’ ada yang menggunakan atap Welit (Rumbia) dan ada yang sudah mengunakan genteng lentong.
Berikut ini ciri-ciri Rumah ‘Panggang Pe’ khas Cilegon sebagaimana rujukan budaya yang dijelaskan oleh Sejarawan Cilegon, Nawawi Sahim kepada Fakta Banten.
1. Memiliki Beubancik (teras depan) semacam pilar yang tinggi, berfungsi untuk bermain anak.
2. Memiliki Ceucagak, Saka atau tiang depan, yang mengandung makna seorang Ayah mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keluarganya.
3. Di dalam ruang depan ditembok terdapat Lembeudang (lambeu deluang), tempat menyimpan Al-Qur’an, kitab dan sebagainya.
4. Terdapat Salang, di belakang atau dapur, yang berfungsi untuk menggantung atau menyimpan makanan atau barang-barang agar tidak diambil hewan, seperti tikus, kucing dan lainnya.
Di dalam rumah ‘Panggang Pe’ memiliki ruangan-ruangan, seperti;
1. Sesoro, ruangan untuk menerima tamu.
2. Seusuruh, ruang tengah untuk kumpul keluarga.
3. Jeurumah, ruang atau kamar tidur.
4. Pawon, ruang di belakang rumah atau dapur.
5. Keuce’mberan, tempat kolam atau kamar mandi.
6. Latar, halaman depan rumah atau pelataran.
7. Beurimah, halaman di belakang rumah.
Demikian sekapur sirih dari salah satu bentuk budaya di Kota Cilegon yang kaya akan nilai filosofis yang terkandung di dalamnya namun kian usang dan makin ditinggalkan. Semoga bermanfaat buat kawan-kawan Fakta Banten sekalian. (*)
Penulis: Sang Revolusioner (Ilung)